Yuni begitulah biasa saya dipanggil. Nama lengkap saya adalah Sri Wahyuni. Lahir 23 tahun yang lalu tepatnya 22 Januari 1990 di Gunungkidul. Bapak saya bekerja sebagai penambang batu kapur sejak saya kecil hingga saat ini. Ibu saya ibu rumah tangga yang kadang membantu Bapak dengan menjadi buruh tani. Mulai mengenyam pendidikan formal di TK ABA Kepil Mulo sejak usia 4 tahun, berlanjut di SD N Duwet hingga tahun 2012, dan SMP N 3 Wonosari hingga tahun 2015. Menjelang kelulusan SMP, saya berencana matang akan melanjutkan sekolah di sebuah SMK di Wonosari, jurusan akutansi. Bapak pun juga telah menyiapkan biaya dengan menjual kambing dan beberapa pohon jati di pekarangan rumah. Namun Alloh berencana lain. Karena prestasi saya yang cukup membanggakan semasa sekolah, ada guru SMP yang menawari sekolah di Jogja. Ada orang tua asuh yang bersedia menyekolahkan, insyaAlloh hingga lulus kuliah. Saya pun mau. Namun Bapak tidak menyetujui. Mungkin karena beliau belum siap ditinggal anak perempuan satu-satunya untuk hidup mandiri. Sikap hormat dan segan kepada bapak yang terbangun sejak kecil membuat saya tidak berani membantah. Padahal sebenarnya dalam hati saya sangat ingin menerima tawaran tersebut. akhirnya untuk meluluhkan hati bapak, saya minta tolong guru. Guru pun datang ke rumah dan membujuk bapak.
Singkat cerita akhirnya saya sekolah di Jogja, di SMA N 1 Yogyakarta. Saya tinggal bersama orang tua asuh di daerah Umbulharjo. Selama saya tinggal bersama mereka, saya seperti anaknya sendiri. Tidak dibebani sesuatu yang berat kecuali tugas-tugas rutin kecil seperti setiap pagi beres-beres dan menyapu rumah, menyiram tanaman, kadang mencuci mobil, dan menjemur pakaian. Sore hari saya menyetrika pakaian Bapak dan Ibu sembari menunggu cucian di mesin cuci. Siang hari waktu saya habiskan di sekolah. Malam hari saya belajar.
Tiga tahun lebih saya menjalani rutinitas tersebut, awal kuliah saya terfikir untuk hidup mandiri. Ada beberapa alasan namun alasan terbesar adalah saya ingin “bebas”. Semasa sekolah kelas 2 dan 3 saya tidak berani ikut aktif di organisasi sekolah. Bermula dari insiden saat kelas 1 saya dimarahi oleh ibu karena katanyaterlalu memforsir diri. Saat itu saya aktif di OSIS, ROHIS, dan KIR. Aktivitas organisasi sering membuat saya harus pulang petang bahkan malam. Hari Minggu pun juga harus sering ke sekolah. Walaupun demikian saya tetap bertanggungjawab dengan amanah rumah. Sehingga tugas tugas sore (menyetrika dan mencuci) saya kerjakan pada malam hari. Sebenarnya ibu kasihan, namun ekspresi kasih sayangnya adalah dengan memarahiku. Saat itu saya berfikir jika semasa kuliah aktivitas saya hanya sekitar kampus dan rumah, bagaimana saya bisa berkembang. Akhirnya dengan bermodal mendapat beasiswa dari Republika sebesar Rp 300.000,00 per bulan yang saya anggarkan untuk biaya kuliah dan diterima kerja part time di sebuah rental komputer (sekaligus saya bisa tinggal di rukonya), saya pamit untuk hidup mandiri. Sebenarnya ada alasan kuat lain yaitu saya tertekan dengan sikap ibu yang tegas dan hubungan kami yang tidak cair layaknya keluarga. Saya selalu dibayang-bayangi perasaan takut kepada ketegasan beliau.
Enam bulan saya bekerja di rental komputer yang terletak di Patangpuluhan. Ditemani sepeda yang saya beli dengan cairnya beasiswa perdana, setiap hari saya menghabiskan waktu 2,5 jam untuk menempuh perjalanan UGM-Patangpuluhan. Mulai bekerja melayani pelanggan rental sepulang kuliah samapi malam.
Bulan November 2009 saya diterima kerja sebagai operator di sebuah warnet yang terletak di jalan Gejayan. Saya memutuskan mengundurkan diri dari rental dan pindah ngekos di daerah Condongcatur. Disamping itu saya juga ditawari teman untuk kerja di toko buku di daerah Gejayan juga. Sehingga saat itu aktivitas saya adalah kuliah, kerja di warnet, kerja di toko buku, dan aktivitas ngaji. Berat memang. Berat di tenaga, waktu, dan pikiran. Tapi itulah perjuangan.
Tahun 2010 saya mendapat informasi dari teman tentang beasiswa RZIS. Saya pun mendaftar dan alhamdulillah diterima. Tidak lama kemudian saya juga ditawari untuk magang di RZIS oleh salah satu staff. Tawaran tersebut saya terima. Sejak itu pula saya memutuskan untuk keluar dari operator warnet dan toko buku.
Tahun 2011 saya pindah ke Janti. Tinggal di asrama mahasiswi semi pondok pesantren “Panatagama”. Mobilitas saya masih sama dengan sepeda. Bulan Juni 2011 saya diajak teman untuk mengajar TPA di daerah kricak kidul. Tidak lama kemudian saya mendapat tawaran dari salah seorang wali santri untuk mengajar di bimbingan belajar di daerah setempat. Karena saya cinta dengan dunia mengajar tawaran tersebut saya terima. Sehingga saat itu aktivitas saya adalah kuliah, belajar di asrama (pagi ba’da subuh dan ba’da maghrib sampai malam), magang di R-ZIS, mengajar TPA, mengajar les, dan ngaji. Berat memang. Itulah perjuangan.
Dan aktivitas tersebut berlanjut hingga sekarang kecuali aktivItas di asrama. Awal tahun 2012 saya pindah kos di dekat lokasi mengajar TPA dan les. Pemasukan yang saya terima dari magang dan mengajar les saya tabung untuk biaya kuliah, bayar kos, biaya makan, dan ingin meringankan beban orang tua dengan membantu biaya sekolah adik saya.Dan dengan adanya beasiswa R-ZIS alhamdulillah meringankan beban kehidupan saya.
Begitulah perjuangan saya untuk hidup mandiri. Semoga bermanfaat. Sekian terima kasih!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!