Pak Haryanto – Hari selasa sore saya berangkat dengan sepeda motor ke gunungkidul untuk mengantarkan santunan. Saat itu jogja hujan lebat, sampai wonosari masih hujan sedang. Ba’da magrib saya mengantarkan santunan kerumah bapak Haryanto dan ibu giyanti yang beralamatkan di Wukirsari RT 8 RW 18 Baleharjo, Wonosari, Gunung Kidul. Ruah pak Haryanto cukup mudah di temui, tidak jauh dari kota wonosari. Sesampainya di rumah beliau, saya disambut oleh pak Haryanto yang kaget karena santunan diantarkan malam2. Saya dijamu dengan jahe hangat, sedikit bertanya2 mengenai kondisi beliau, alhamdulillah bapak dan ibu sehat, untuk kondisi ekonomi memang lama untuk pulih seperti sebelum pandemic, akan tetapi beberapa orang sudah berani untuk pijat di panti pijat pak Haryanto. Pak Haryanto da bu giyanti hanya dirumah berdua, anak beliau sudah wafat karena premature.. alhamdulillah penyaluran santunan sudah terlaksana, semoga beliau dan keluarg selalu diberikan Kesehatan dan kelancaran rezekinya.
~Nida Fitria M, Relawan
Penyaluran santunan kepada Ibu Sri Wahyuni dan Ibu Vreni merupakan penyaluran yang bukan kali pertama. Beliau selalu memunculkan wajah senyum ketika bercakap-cakap dengan kami. Hal tersebut menjadi bahan introspeksi diri saya untuk terus bersyukur atas apa yang Allah anugerahkan kepada kita. Apalagi, beliau yang berkebutuhan khusus saja mampu, mengapa saya tidak. Gondokusuman, 15 September 2021
~Krida Tri Wahyuli, Relawan
Pak Karyono Terapis pijat Tuna netra dari Jogja – Sempat berputar putar beberapa menit untuk menuju rumahnya di daerah Wirobrajan, Itu yang saya alami bersama mas driver yang tengah kebingungan menemukan rumah dari Bapak Karyono, namun Alhamdulillah setelah berusaha keras sampailah saya didepan rumahnya. “Assalamualaikum” , “waalaikumssalam” sapa salam dari Pak Karyono. Cukup ramah beliau lalu mempersilahkan saya masuk ke dalam rumah yang dirinya sewa. “Ini mas Rizky ya” iya” jawab saya, sebelumnya saya telah melakukan kontak via WhatsApp kepada beliau. Saya pun duduk bersamanya didalam sebuah rumah yang cukup sederhana yang dirinya tinggali bersama istri dan satu anaknya.
Sembari duduk dengan beliau kita mengobrol perihal saya ataupun beliau seputar pertanyaan sederhana. “Asalnya dari mana mas” ucap pak Karyono “saya dari Ponorogo sekarang kuliah di UGM”. Disana kami berdua saling bertukar pikiran beliau bercerita bagaimana pantai pijatnya yang telah dirintis selama dua belas tahun ini. Saya pun sempat bertanya pula apakah beliau mempunyai bakat menjadi terapis dari orang tuanya,”Bapak memiliki kemampuan pijat ini apakah memiliki keturunan dari orang tua” “tidak mas saya bisa pijat seperti ini karena pelatihan” sebelumnya saya saya sempat mengira bahwa beliau memiliki kemapuan dari turunan orang tua. Sebenarnya tidak terlalu lama pertemuan saya dengan beliau selain itu saya cukup senang sekali ketika mengetahui beliau yang sama sama berasal dari Jawa Timur tepatnya Gresik dan beliau bercerita bagaimana akhirnya bisa sampai di Jogja.
Beliau menyampaikan sepenggal pesan untuk bagi RZIS “Saya harap dengan bantuan ini dapat membantu seorang seperti saya dan teman teman tuna netra dan kaum dhuafa untuk tetap menjalani kehidupannya” intinya beliau sangat berterima kasih atas apa yang diberikan oleh RZIS yang mendapat keberkahan didalamnya. Tak terasa waktu pun mulai berlarut siang saya pun mulai bergegas berpamitan pada Pak Karyono dan beliau cukup berterima kasih pada saya dan mendoakan saya lancar dalam menjalani perkuliahaan. Saya pun juga senang sekali bisa bertemu dengan beliau dan berharap dapat berjumpa kembali di lain waktu. Itu yang saya sampaikan pada Pak Karyono.
~M. Fatkhul Rizky Ramadhan, Relawan
Pak Sujiman merupakan mustahik RZIS yang sekarang berusia 70 tahun. Pak Sujiman sekarang bekerja sebagai pembersih masjid di Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Rumah Pak Sujiman dihuni oleh 8 orang termasuk Pak Sujiman itu sendiri, anak-anaknya, dan cucu-cucunya. Rumah Pak Sujiman sudah dibangun sejak lama dan akhirnya dihuni bersama anak-anaknya. Meskipun berusia 70 tahun, Pak Sujiman Masih semangat dan ingin terus bekerja. Pak Sujiman berangkat kerja sejak shubuh karena sekalian shalat di sana dan pulang setelah shalat ashar. Pak Sujiman kerja dari Senin hingga Sabtu, namun terkadang Pak Sujiman juga datang di hari Ahad.
Ibu Mudiyantini merupakan salah satu penerima bantuan RZIS UGM berusia 63 tahun yang sekarang kerja sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta. Ibu Mudiyantini memiliki 5 anak. Sekarang di rumah Bersama anak terakhirnya dengan 2 cucu dari anak terakhirnya tersebut. Kelima anaknya sudah menikah dan berkeluarga semuanya. Ibu Mudiyantini merupakan seorang janda yang sudah tidak memiliki suami dikarenakan cerai di usai muda. Ibu Mudiyantini bekerja keras untuk membesarkan kelima anaknya. Selain sebagai abdi dalam, Bu Mudiyantini juga berjualan ikan hias bersama anak terakhirnya. Ikan hias tersebut didapatkan dari teman anaknya. Di akhir kata, Ibu Mudiyantini berdoa semoga muzakki dilancarkan terus rezekinya dan selalu diberi kesehatan.
~Aliya Hamida M S, Relawan
Ibu Sri Rahayu, atau biasa dipanggil Bu Rahayu merupakan seorang ibu dengan satu orang putra. Ibu Rahayu membiayai seluruh kehidupan putranya dengan mandiri dikarenakan suaminya telah meninggal dunia. Sehari-hari, Ibu Rahayu mencari rezeki melalui panti pijat yang beliau dirikan. Pandemi ini memberi dampak yang luar biasa bagi pendapatannya. Ibu Rahayu mengatakan, dalam 4 hari terakhir, tidak ada satupun pelanggan yang datang. Senyum beliau terukir lebar ketika saya datang untuk menyalurkan rezeki dari para donatur. Ibu Rahayu turut mendoakan yang terbaik untuk para donatur. Beliau percaya bahwa akan selalu jalan untuk mendapat rezeki yang halal, salah satunya adalah santunan dari RZIS UGM yang selalu Ibu Rahayu nantikan.
Bapak Budi dan Ibu Istina merupakan suami istri tuna netra yang tinggal di daerah Baturan, Trihanggo, Sleman. Bapak Budi sehari-hari bekerja sebagai pemain musik (keyboard) untuk berbagai acara hajatan, namun lagi-lagi pandemi memberikan dampak serius terhadap pendapatan beliau. Pak Budi mengatakan bahwa karena pandemi ini acara hajatan semakin minim yang mengakibatkan berkurangnya panggilan untuk jasa beliau. Ibu Istina setia menemani pak budi, dengan jarak umur 20 tahun lebih muda dari pak budi, Ibu istina berusaha untuk membantu mnecari rezeki melalui panti pijat. Pak Budi dan Bu Istina sangat ramah ketika saya datang menemui mereka, terlihat raut bahagia dari keduanya meskipun dengan krisis kondisi finansial yang saat ini mereka rasakan.
~Maharani Ilya Faida, Relawan
Demi sesuap nasi untuk bertahan hidup, tiap-tiap langkah yang mungkin terasa kelabu tidaklah menjadi suatu penghalang bagi mereka yang semangat dalam berjuang. Mbah Ratijo salah satunya. Di usia senjanya, beliau terus bergerak, menjajakan barang jualannya di tengah hiruk pikuk kota Yogyakarta, meski sekarang yang ada tinggallah sepi akibat pandemi.
Mbah Ratijo hidup bersama istrinya di Desa Pogung Kidul Rt 01/Rw 49, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Di rumah sempit itulah keduanya tinggal, sebab beberapa tahun lalu mereka digusur dari rumah lamanya. Belum lama ini, Mbah Ratijo terkena penyakit stroke, yang membuat tangan kanannya mati rasa. Pun istri beliau memiliki riwayat asam lambung dan akhir-akhir ini merasakan nyeri paha. Namun, keadaan tersebut tak membuat Mbah Ratijo dan istrinya menyerah dengan keadaan. Dalam keterbatasannya, Mbah Ratijo terus berjuang. Beliau menjajakan air minum botolan dan rokok lintingan dengan wadah yang terlihat usang. “Meskipun hasilnya hanya sedikit, berapapun itu, harus tetap disyukuri, alhamdulillah Mbak,” ucap beliau sambil tersenyum manis di balik masker.
Dari Mbah Ratijo, saya belajar bahwa meski berada dalam titik terlemah yang kadang sulit sekali rasanya untuk bangkit, jangan pernah menyerah lalu kalah dengan keadaan. Kita sebagai manusia, telah dianugerahi tangan untuk saling menguatkan, kaki untuk melangkah beriringan, juga hati untuk saling mengasihi dan menyayangi.
~Ulfah Nur Azizah, Relawan
Bapak Muji Sambodo bertempat tinggal di Tegal Piyungan RT.06, Srimulyo, Piyungan, Bantul. Sehari – harinya beliau yang seorang tuna netra bekerja sebagai tukang pijat. Selama pandemi Covid 19 ini pendapatannya menurun hingga 50%, bahkan dalam satu bulan pernah hanya kedatangan pasien 10 sampai 20 orang saja. Banyak langganannya yang biasanya rutin berkunjung memilih tidak datang dikarenakan kondisi pandemi yang menyebabkan mereka takut kontak langsung dengan pemijit. Pada saat kami temui beliau dalam keadaan sehat dan terkonfirmasi sudah melaksanakan vaksin pertama. Beliau bersama sama dengan kelompok warga mini di dekat kediamannya.
Pak Ikhwanudin dan istri tinggal di Sengir Sumberharjo Prambanan, tepatnya di dekat rumah teletubbies. Kesehariannya beliau berjualan donat dengan istrinya apabila ada pesanan. Masih memiliki putri berusia 14 bulan, disamping itu beliau harus rutin cuci darah karena penyakit ginjalnya. Saat kami temui beliau dalam kondisi sehat, namun pada muka dan tangannya terlihat lebam mungkin karena pengaruh cuci darah dan atau obat yang dikonsumsi.
~Rudi Kurniawan, Relawan
Ibu Suparmi bekerja sebagai Pijat beralamat di Keparakan Kidul RT 11 RW 49 1346, Keparakan, Mergangsan DIY (Panti Pijat Morolego depan Museum Perjuangan). Kabar beliau alhamdulillah baik. Namun semenjak pandemi covid-19 ini penghasilan beliau menurun, karena pelanggan semakin berkurang (jarang ada pelanggan). Beliau asalnya dari Klaten, dan memiliki 2 anak. Yang pertama sudah kerja dan satunya masih sekolah.
Bapak Suseno bekerja sebagai Pijat beralamat di Keparakan Kidul RT 11 RW 49 1346, Keparakan, Mergangsan DIY (Panti Pijat Morolego depan Museum Perjuangan). Kabar beliau alhamdulillah baik. Namun semenjak pandemi covid-19 ini penghasilan beliau menurun, karena pelanggan semakin berkurang (jarang ada pelanggan). Selama pandemi orang yang pijat sekitar 3 orang ketika sepi, ketika ramai bisa sampai 9 orang.
~Siti Qotijah, Relawan
Ibu Kartiyem adalah seorang ibu rumah tangga. Warga dusun Karang Malang, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman. Ibu kartiyem bekerja sebagai penjual nasi, dulu beliau berjualan nasi didepan kolam renang UNY. Namun sekarang sudah tidak berjualan lagi disana, dikarenakan untuk tempat berjualan sudah tidak ada. Pada masa pandemi seperti ini, penghasilan ibu kartiyem dalam berjualan nasi tidak menentu. Karena beliau hanya mengandalkan pesanan nasi dari orang-orang, jika tidak ada yang memesan nasi maka tidak ada pemasukan uang untuk beliau, Ditambah kondisi beliau yang saat ini kurang baik, semenjak bulan juli ibu kartiyem menderita penyakit jantung bengkak. Beliau sudah dirawat satu minggu di RS Panti Rapih, dan saat ini kondisinya dalam masa pemulihan. Alhamdulillahnya untuk biaya perawatan dan pengobatan dicover menggunakan BPJS.
Bapak Sajiman (alm) adalah warga kampung Karang Malang, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman. Ketika saya mengantarkan amanah sembako ke rumah Bapak Sajiman, dirumah itu hanya ada dua anak kecil. Saya kira dua anak kecil itu adalah anak dari bapak sajiman,dan ternyata setelah bercakap-cakap cukup lama kepada ibu yang berada difoto bahwa anak kecil itu adalah cucu dari Bapak Sajiman. Bapak Sajiman (alm), beliau sudah meninggal kurang lebih 2 tahun yang lalu dan beliau memiliki beberapa orang anak dan cucu. Bapak Sajiman (alm) memiliki seorang istri, namun pada saat saya kesana Istri beliau sedang keluar sebentar untuk membeli obat untuk cucunya tersebut.
Istri Bapak Sajiman (alm), berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Hari-harinya hanya dirumah dan merawat cucu-cucunya. Pada masa pandemi seperti ini, ibu yang didalam foto bercerita banyak hal terutama dampak Pandemi pada ekonomi keluarganya. Ibu tersebut bercerita, kalau sejak pandemi berlangsung keluarganya sangat sulit dalam mendapatkan rejeki karena keterbatasan keluarganya dan beliau mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak RZIS UGM karena telah memberikan bantuan, yang menurut keluarga Bapak Sajiman (alm) sangat bermanfaat dan membantu.
~Arjuna Ayomi, Relawan
Beliau adalah Pak Dwi Satmoko-Broto Winoto. Dengan keterbatasan beliau dalam melihat, sehari-hari beliau masih bekerja sebagai tukang pijat. Namun, dikarenakan pandemi dan anjuran pemerintah mengenai PPKM, sarana beliau dalam mencari rezeki harus terhambat. Selain itu, belum lama ini Pak Broto juga kehilangan Kakak kandungnya dikarenakan Covid-19. Beliau sangat bersyukur karena menerima santunan dari RZIS UGM. Berkat santunan dari donatur yang diberikan, beliau dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Jazakallahu Khairan Katsiran.
~Hanifah Susilaningtyas, Relawan
Bapak Eko Sudalsono beserta istri dan anaknya merupakan warga Gunungkidul yang belum lama ini pindah berdomisili di Kota Yogyakarta. Sebelumnya, Bapak Eko, istri, dan anaknya tinggal di kosan yang sempit namun alhamdulilah pada sebulan yang lalu bisa pindah ke tempat yang lebih luas. Bapak Eko memiliki usaha angkringan yang buka dari pukul 22.00 hingga dini hari. Namun, usahanya sempat tidak bisa berjalan selama hampir tiga bulan akibat ada peraturan ppkm yang terus menerus diperpanjang pemerintah dan sepinya pembeli. Walaupun demikian, tak lupa pak Eko tetap bersyukur dengan karunia yang Allah berikan. Bapak Eko memiliki dua anak yang satunya baru saja masuk SMP dengan jalur bibit unggul dan yang terakhir masih berumur balita. Alhamdulillah anak pak Eko masih mendapat bantuan pendidikan yang membantu meringankan beban keluarga. Semoga dengan bantuan sembako dari RZIS UGM ini bisa sedikit membantu keluarga Pak Eko.
Mbah Supangat tinggal bertiga bersama istri dan anaknya di rumah. Selama pandemi ini, Mbah Supangat sering bekerja menjadi tukang parkir di areal Jalan Mangkubumi. Walaupun penghasilannya dalam sehari tidak seberapa, Mbah Supangat sekeluarga selalu bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan. Setelah sempat menjadi pasien positif covid, alhamdulillah Mbah Supangat dapat sehat kembali dan menjalankan aktivitas seperti biasa. Semoga dengan bantuan sembako dari RZIS UGM tersebut dapat sedikit membantu keluarga Mbah Supangat.
~Annashru Rizqia Aliiyil A, Relawan
BESEK SUMBER PENGHASILAN – Mbah Jumiyati berdomisili di daerah Pingitan, Kecamatan Moyudan. Beliau hidup bersama ke 3 cucunya karena suami beliau sudah wafat sejak tahun 2000. Dua cucu beliau masih bersekolah di bangku SMP dan satunya sudah bekerja. Keseharian beliau yaitu memproduksi besek yang berbahan dasar dari anyaman kulit bambu. Dalam pembuatan besek Mbah Jumiyati dibantu kedua cucunya karena cucu beliau selama pandemi ini bersekolah secara daring sehingga selalu di rumah. Dalam masa pandemi ini Mbah Jumiyati mengatakan bahwa tidak ada penurunan permintaan kuantitas besek dari distributor hanya saja terjadi penurunan harga. Harga besek per 1 kodi di masa pandemi dihargai sebesar 45.000 rupiah. Besek tersebut akan diambil dari rumah Mbah Jumiyati oleh distributor lalu akan dibawa ke pasar. Mbah Jumiyati masih nampak sehat dan bugar. Mbah Jumiyati berharap agar sekolah segera bisa dilaksanakan secara luring, mengingat selama pandemi pengeluaran untuk membeli kuota data lebih besar jika dibandingkan jika ada sekolah luring yang hanya mengeluarkan ongkos untuk uang saku dan transportasi kedua cucunya.
~Dimas Fakhruddin, Relawan
Ibu Siti Aminah adalah seorang warga desa Semail, Bangunharjo, Sewon, bantul, Yogyakarta. Beliau sekarang tinggal sebatangkara. Kondisi beliau sekarang sedang sakit. Kakinya sakit asam urat semenjak 1 tahun lalu. Walau kaki beliau sakit, namun beliau tetap bersemangat untuk berjalan dengan tongkat kayunya. Beliau bercerita bahwasannya beliau merasa kesepian, sering rindu dengan anaknya yang berada di Surabaya. Sekarang kebutuhan sandang, pangan beliau dari bantuan pemerintahan. Selama ini beliau dibantu oleh tetangga-tetangga beliau. Semenjak kakinya sakit beliau khawatir apabila suatu saat terjatuh dan tidak ada seseorangpun yang mengetahuinya. Beliau ingin bersama anaknya. Namun, anaknya akan menjemput beliau apabila beliau sudah tidak bisa jalan. Sampai saat ini beliau masih sering kontrol untuk mengecek keadaan kaki beliau klinik terdekat.
~Dwi Apriliana, Relawan
Pak Parjan dan Ibu Erni, Keduanya merupakan penyandang disabilitas yang sejak 2013 hingga sekarang tinggal di Gang Tongkol 9, Minomartani, Ngaglik, Sleman, DIY. Tinggal di rumah sederhana, keduanya tinggal bersama dengan anak bungsu perempuannya, sedangkan anak pertama tinggal di Jakarta yang sedari kecil sudah ikut bersama kerabat Bu Erni dan sekarang sudah menikah, dan dari itu Pak Parjan dan Bu Erni mempunyai 2 orang cucu. Pekerjaan Pak Parjan dan Bu Erni berjualan makanan ringan (snack) keliling dengan harga jual per bungkusnya Rp 3000, yang dibeli secara kulakan dari warga dekat rumahnya. Mengambil 100 bungkus snack, sehari bisa laku 20 bungkus sudah sangat disyukuri. Terlebih di masa pandemi ini turut mempengaruhi penjualan mereka karena pembeli yang sepi yang sebelumnya selalu habis. Awalnya sebelum pandemi Covid-19 Pak Parjan dan Bu Erni dengan kursi rodanya berjualan di sekitar kampus UNY dan dihari Minggu berjualan di Sunmor UGM, akan tetapi sekarang hanya berjualan di sekitar rumah dari jam 7 pagi hingga menjelang Dzuhur setiap harinya.
Pak Parjan dengan keterbatasan penglihatan saling bahu-membahu bersama Bu Erni (Tuna daksa), mengandalkan kursi roda yang dimiliki untuk keliling berjualan. Keduanya kompak dalam menjawab dan saling menimpali saat kami (relawan) menanyakan keseharian mereka. Pak Parjan menyampaikan terima kasih atas santunan yang diberikan, sangat berterima kasih sehingga bisa menambah untuk modal jualan dan memenuhi kebutuhan seperti listrik serta kebutuhan pangan. Pak Parjan mendoakan semoga Muzakki dimurahkan rezekinya, dilancarkan urusan, diberikan kemudahan aktivitas.
Bapak Sunarto, mempunyai seorang istri dengan 3 orang anak yang tinggal bersama di daerah Klebengan. Pekerjaan Pak Sunarto adalah sebagai juru parkir di salah satu rumah sakit, dan istrinya sebagai ibu rumah tangga. Akan tetapi Bu Sunarto biasanya sering juga sebagai tukang bersih-bersih apabila ada panggilan dari tetangga.
Dari ketiga anak Pak Sunarto, 2 orang sudah lulus SMA. Anak pertama sudah lulus, dan sekarang sedang tidak bekerja karena terdampak pandemi COVID-19, anak yang kedua setelah lulus dari bangku sekolah menengah atas melanjutkan di salah satu akademi pariwisata di Yogyakarta dengan beasiswa Bidikmisi (KIP Kuliah), dan yang ketiga masih berada dibangku SMP. Bu Sunarto menyampaikan kalau ia dan keluarga masih menumpang di rumah orangtuanya, dan ia menyampaikan terima kasih atas bantuan yang diterimanya. Ia pun turut mendoakan semoga Muzakki dan yang terlibat didalamnya diberikan kesehatan, kemudahan serta kelancaran dalam aktivitas.
Pak Yatiman tinggal bersama dengan 2 anak dan seorang istrinya yaitu Bu yatiman. Dari kedua anaknya, yang 1 sudah lulus SMA dan skrg bekerja sbg FO di pesantren, Pak Yatiman bekerja sebagai, sedangkan ibu Yatiman hanya sebagai ibu rumah tangga sekarang rumahnya lagi renovasi dengan bantuan kerabat dekat mereka. Lalu sekarang lagi di kos-kosan kakaknya yang berada dekat dari rumahnya di sebuah kamar ditempati 4 orang, saat kami kunjungi pada 13 September 2021 lalu.
~Hafifah Nur Hakiki, Relawan
Hasil Wawancara singkat Pemberian Bantuan Tunai Tunanetra di daerah Parangtritis, Bantul September 2021
1. Pak Tukiman : Alhamdulillah beliau sehat2, jasa pijat masih buka seperti biasa tetapi yang pijat saat ini menurun karena pandemi. saat ini masih melayani pijat dan kebanyakan pelanggan2 yang sudah sering pijat ke bapaknya
2. Pak Agus : beliau sangat berterima kasih, dengan adanya bantuan ini bisa menutupi kebutuhan sehari-hari beliau dan istrinya, di tengah2 pandemi ini yang pemasukan serba menipis di tambah tidak banyak yg pijat saat ini.
3. Bu Tukiyem : alhamdulilah sehat, kesibukan saat ini lagi bantu2 di rumah orang. dengan adanya bantuan rzis ini sangat membantu kehidupan beliau
~Muchammad Rofii Adam, Relawan
Pak Kharifin dan Ibu Wahyuni sehari-hari berdagang secara berkeliling menggunakan gerobak menjajakan berbagai peralatan rumah tanggal seperti sapu dll. Mereka memiliki satu orang anak yang masih kecil yang sehari-hari juga ikut berjualan secara berkeliling. Mereka biasanya mulai berjualan dari pagi hingga malam hari. Mereka berkeliling untuk menjual dagangannya walaupun panas matahari seringkali begitu terik namun keterbatasan penglihatan mereka tidak menghalanginya untuk terus berusaha mencari nafkah untuk keluarga. Keluarga Pak Kharifin tinggal di sebuah kontrakan sederhana di Kota Yogyakarta.
~Tita Muktiana, Relawan
Pak Ngatijan dan Istri adalah warga dusun Dahromo, Segoroyoso, Pleret, Bantul. Pak Ngatijan dan Istri bekerja sebagai juru pijat yang memberikan layanan pijat dirumah dan pijat panggil. Saat ini Pak Ngatijan juga bekerja keliling menjual sapu, kemoceng, dan alat-alat lainnya.
Pak Yono Saputro dan Bu Siti Marzumah adalah warga dusun Jati, Sriharjo, Imogiri, Bantul. Beliau bekerja sebagai juru pijat yang memberikan layanan pijat di tempat tinggalnya ataupun layanan pijat panggil.
Pak Amin Sutanto dan Bu Mujiyem adalah warga dusun Tilaman, Wukirsari, Imogiri, Bantul. Beliau bekerja sebagai juru pijat yang memberikan layanan pijat di tempat tinggalnya ataupun layanan pijat panggil.
Pak Sarwo dan Bu Painem adalah warga dusun Malangan, Giwangan, Umbulharjo. Beliau bekerja sebagai juru pijat yang memberikan layanan pijat di tempat tinggalnya ataupun layanan pijat panggil.
~Aziizah Azzahrah, Relawan
Bu Erniwati adalah seorang ibu rumah tangga warga Glugo, Panggungharjo, Sewon, Bantul. Beliau bekerja sebagai tukang pijat. Saat ini beliau tingga bersama suami dan anak terakhirnya. Pendapatan beliau selama PPKM ini cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di masa pandemi seperti ini memang pendapatan agak kurang dikarenakan lumayan sepi yang membutuhkan jasanya. Terkadang seminggu hanya mendapatkan satu orang yang datang menemui ibu untuk memijat. Alhamdulillah anak-anak dari beliau sudah ada yang bekerja sehingga beban yang beliau tanggung sudah tidak terlalu banyak.
~Tyas Sekar Ningrum, Relawan
Bapak Karim Pada bulan September penyaluran ZIS kepada Bapak Karim. Jika kita melewati Jalan Wates lebih tepatnya Perum SGPLB kita melihat papan Panti Pijat Prima Jaya. Beliau menjadi praktisi pijat di tempat tersebut cukup ramai pelanggan yang datang.
Waktu saya datang ke rumah beliau ada pelanggan keluar dari tempat praktek tersebut. Ketika beliau berjalan dan mendekati pintu saya heran beliau lancar berjalan seakan-akan dapat melihat keadaan sekitar. Saya bertemu dengan beliau kemudian berbincang dan mengenai pekerjaan yang beliau tekuni sebagai tukang pijat.
Penyaluran kali ini memberikan saya pemahaman meski kita memiliki keterbatasan. Kita harus bersyukur terhadap ketetapan yang diberikan oleh Allah. Sebab, dari keterbatasan yang ada muncul jalan keluar dari permasalahan.
~Fahmi Nur Priambudi, Relawan
Bapak Wardoyo, alhamdulillah kondisi beliau sekeluarga dalam keadaan sehat. Bapak Wardoyo adalah seseorang yang istiqomah ke masjid, dan selalu hadir di masjid sebelum adzan karena Bapak Wardoyo juga muadzin di masjid setempat. Tidak jarang pula saya tiba ketika Bapak ini sudah ke masjid atau belum pulang dari masjid. Ketika ditanya, beliau hanya menjawab “Kalau saya enggak ke masjid, siapa yang adzan mbak? Karena yang adzan hanya saya”.
Ibu Parjinem, alhamdulillah kabar beliau dalam keadaan sehat. Seperti biasa, Ibu Parjinem selalu mengingatkan untuk menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan benar. Beliau juga bercerita bahwa beliau kemarin baru saja vaksin di kantor Kapanewon Gamping. Ketika itu, tensi beliau tinggi dan katanya merupakan tensi tertinggi yang pernah beliau alami. Ibu Parjinem mengatakan bahwa ketika itu beliau merasa sangat “kemrungsung” sehingga menaikkan tensinya.
~Lonita Qurrota A’yun Siregar, Relawan