Kegiatan penyaluran santunan dilaksanakan pada 11 Maret 2022. Selama penyaluran kami banyak mengobrol kepada masing-masing mustahiq mengenai kondisi kesehatannya dan sirkulasi perekonomiannya. Pertama adalah kunjungan ke rumah Bu Paryati dan Pak Imam Paryanto. Rumah sederhana dengan pemandangan depan rumah sampah yang dikumpulkan bergerobak-gerobak membuat saya bersyukur bahwa udara segar yang bisa dihirup di teras kos adalah nikmat sepele yang harus disyukuri. Tidak berhenti di situ, kami mengunjungi mustahiq ke 2 yaitu Adek Muhammad Rizki yang menderita penyakit jantung dan akan dioperasi pekan depan. Adek yang berpenampilan lucu itu sangat tidak menggambarkan bagaimana beratnya penyakit yang dideritanya. Kemudian kami juga mengunjungi beberapa mustahiq lain dan terakhir berteduh ke tempat tinggal Bapak Bambang Puji. Suguhan teh hangat dan snack menemani kami dalam berbagi cerita tentang bagaimana Bapak Bambang Puji memerangi COVID-19 yang dideritanya tanpa harus berobat medis karena keterbatasan biaya swab. Alhamdulillah kini Bapak Bambang telah pulih kembali dengan memanfaatkan obat-obatan herbal tradisional. Penyaluran hari itu membuat kami bersyukur atas apa yang sudah kami miliki hari ini.
Krida Tri Wahyuli dan Srikandi Ayu, Relawan
Bapak Subarno dan Ibu Boniyem tinggal di daerah Moyudan, Sleman. Keduanya sama-sama berprofesi sebagai penyedia jasa pijat tunanetra. Sebelum pandemi, keduanya mendapatkan konsumen 6 pelanggan per harinya. Namun semenjak pandemi, terjadi penurunan drastis pengguna jasa pijat beliau. Hanya bisa mencapai 1 atau 2 pelanggan per harinya, bahkan terkadang dalam 3 hari bisa hanya 1 orang yang memakai jasa pijat beliau.
“Teman-teman saya itu mas… di grup chat itu juga pada sambat gini ‘wah rindu megang punggung’ (re: memijat pelanggan) saking sepinya…” ucap Bu Boniyem sambil tertawa ketika bercerita spontan namun tetap berusaha tabah dan sabar menjalani kondisi ini.
Keduanya hanya tinggal berdua serumah namun terkadang mendapat bantuan dari orang tuanya yang mengirimi bahan makanan seperti beras. Terkadang juga mendapat bantuan dari lembaga sosial masyarakat berupa uang bulanan yang minimal dapat dipakai untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan sembari penuh harap menunggu pandemi usai.
“Kami ini mas, mau dapat bantuan yo alhamdulillah. Nek ngga yo tidak apa-apa. Wong rejeki itu sudah diatur sama Allah. Yakin Allah itu Maha Kaya pasti akan mencukupi kebutuhan tiap makhluk-Nya. Kita harus bisa bersyukur apapun keadaannya”. ucap Bu Boniyem ketika mengobrol dengan Relawan RZIS UGM di rumahnya.
Dimas Fakhruddin, Relawan
Ibu Winarsih merupakan penyandang disabilitas yang pantang menyerah. Selain mengikuti kursus ketrampilan, Bu Winarsih juga membuka usaha kuliner yang bertempat di rumahnya sendiri. Di depan teras rumahnya, beliau menyiapkan meja kursi sederhana untuknya berjualan lauk pauk khas rumahan.
Maharani Ilya Faida, Relawan