Demi sesuap nasi untuk bertahan hidup, tiap-tiap langkah yang mungkin terasa kelabu tidaklah menjadi suatu penghalang bagi mereka yang semangat dalam berjuang. Mbah Ratijo salah satunya. Di usia senjanya, beliau terus bergerak, menjajakan barang jualannya di tengah hiruk pikuk kota Yogyakarta, meski sekarang yang ada tinggalah sepi akibat pandemi.
Mbah Ratijo hidup bersama istrinya di Desa Pogung Kidul Rt 01/Rw 49, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Di rumah sempit itulah keduanya tinggal, sebab beberapa tahun lalu mereka digusur dari rumah lamanya.
Belum lama ini, Mbah Ratijo terkena penyakit stroke, yang membuat tangan kanannya mati rasa. Pun istri beliau memiliki riwayat asam lambung dan akhir-akhir ini merasakan nyeri paha. Namun, keadaan tersebut tak membuat Mbah Ratijo dan istrinya menyerah dengan keadaan. Dalam keterbatasannya, Mbah Ratijo terus berjuang.
Beliau menjajakan air minum botolan dan rokok lintingan dengan wadah yang terlihat usang. “Meskipun hasilnya hanya sedikit, berapapun itu, harus tetap disyukuri, alhamdulillah Mbak,” ucap beliau sambil tersenyum manis di balik masker.
Dari Mbah Ratijo, saya belajar bahwa meski berada dalam titik terlemah yang kadang sulit sekali rasanya untuk bangkit, jangan pernah menyerah lalu kalah dengan keadaan. Kita sebagai manusia, telah dianugerahi tangan untuk saling menguatkan, kaki untuk melangkah beriringan, juga hati untuk saling mengasihi dan menyayangi.
~Ulfah Nur Azizah, Relawan Rumah ZIS UGM