Jakarta, 9 Juli 1990 saat itulah saya dilahirkan. Saya lahir dari pasangan bapak Supriyadi dan Ibu Juariyah.. Saya merupakan anak pertama dari empat bersaudara..Adik saya satu laki-laki dan dua perempuan. Sejak lahir hingga berumur 15 tahun saya tinggal di Jakarta, tepatnya daerah Jakarta Barat. Saat itu kehidupan kelurga kami tergolong berkecukupan. Bapak bekerja sebagi karyawan bagian marketing swasta disebuah perusahaan Gypsum. Penghasilan Bapak yang lumayan besar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga kami. Bahkan tidak jarang sisanya msih bisa ditabung ibu. Selain itu kami juga mendapat fasilitas dari perusahaan berupa rumah tinggal dan kendaraan untuk bapak bekerja. Hampir setiap bulan Bapak mengajak kami sekelurga pergi rekreasi sekedar melepas kejenuhan dari rutinitas kami. Kelurga kami tergolong kelurga yang harmonis. Bapak selalu memprioritaskan pendidikn anak-anaknya. Mulai dari kegiatan sekolah kami hingga perihal ibadah. Setiap malam Bapak dan Ibu selalu menanyakan kepada anak-naknya tentang bagaimna kegitan di sekolah masing-masing. Ya itulah sekilas gambaran tentang kelurga saya.
Blog
Saya berjuang untuk bisa belajar di Universitas Gadjah Mada (UGM). Saya adalah salah satu mahasiswa UGM yang sedang berjuang untuk bisa terus belajar dan mengapai cita-cita menjadi sarjana lulusan UGM. Latar belakang saya berasal dari keluarga sangat sederhana sebuah kota kecil yang terkenal dengan rokok kreteknya, yaitu Kudus. Bapak saya bekerja sebagai buruh di Pabrik rokok dengan upah di bawah UMR. Jika dikurangi potongan koperasi, dalam satu bulan Bapak hanya bisa membawa pulang gaji tidak lebih dari 500 ribu.Β Β Ibu saya bekerja sebagai Guru honorer di Madrasah Ibtidaiyah (MI). Ibu sangat idealis,pada zaman Orde Baru beliau tidak berkehendak untuk diangkat menjadi PNS. Bagi beliau, menjadi PNS sama saja dengan menjadi antek-antek pemerintah, dan salah satu cara melawan adalah dengan tetap menjadi guru honorer. Pilihan Ibu membawa konsekuensi kecilnya gaji yang diterima. Saya sampai tidak sanggup menyebutkan nominalnya karena saking kecilnya. Dengan kondisi seperti ini, melanjutkan kuliah di UGM (yang terkenal mahal) merupakan hal yang tidak logis. Namun tidak ada hal yang tidak mungkin, toh buktinya sekarang saya tercatat sebagai mahasiswa jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UGM.
Assalamualaikum. wr. wb. Izinkanlah saya menceritakan sedikit kisah perjalanan hidup saya. Saya berjuang untuk bisa belajar di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan sungguh-sungguh sejak masih duduk di bangku SMA N 1 Bantul dengan usaha dan doa serta dukungan dari orangtua dan orang-orang terdekat saya. Bagi saya seorang anak desa, merupakan satu kebanggaan bisa meneruskan studi di UGM. Bukan hanya kebanggaan bagi saya, namun bagi orangtua dan orang-orang di sekitar saya. Akan tetapi kebanggaan itu tak ada artinya jika saya tidak dapat menyelesaikan studi & menjalankan kewajiban saya dengan baik. Terlebih saya membawa nama UGM di masyarakat, yang tentunya segala prestasi dan tingkah laku saya akan dinilai oleh masyarakat. Alhamdulillah usaha itu tidak sia-sia. Saya berhasil diterima sebagai salah satu mahasiswa di antara ribuan orang yang berkeinginan meneruskan studinya di UGM. Hal tersebut tidak mungkin terjadi tanpa ridha Allah dan restu orangtua, serta dukungan dari orang-orang di sekitar saya.