Masih memiliki utang puasa Ramadhan tahun lalu? Yuk #SobatRZIS segera dilunasi! π― Bila ingin menunaikan fidyah dapat melalui rekening atau QRIS pada poster di bawah ini!
Blog
Harta adalah bagian dari rezeki dan rezeki bukan hanya soal harta. Kesehatan, anak, makanan, keberkahan dan semua nikmat dari Allah adalah rezeki untuk kita.
Kenapa ya mindset kebanyakan orang itu rezeki itu adalah harta? Ini yang ngebuat kita jadi sulit untuk bersyukur bukan?
Rezeki gak melulu soal harta. Kita masih diberi hidup juga merupakan rezeki yang amat besar. Jangan cuman pikirin tabungan dunia. Pikirin tuh tabungan pahala buat di Akhirat!
“Aku heran banget sama yang gak ibadah tapi rezekinya ngalir terus?” Kalau gitu, Firaun pun juga diberi rezeki yang ngalir terus tuh? Allah uji dengan rezeki, Firaun jadi sombong. Cukup Firaun aja. Kita jangan!
Di sela-sela liburan semester ganjil, aku merasa liburan kali ini terasa lebih berharga dibanding liburan-liburan sebelumnya. Menjelajahi jalanan jogja menuju tempat mustahik adalah hal yang unik dan cukup mengesankan, agaknya seperti tukang paket yang sedang mencari rumah pemilik paket. Ya, memang seperti tukang paket, setiap melewati 500 meter bertanya kepada orang dipinggir jalan untuk menanyakan alamat. Tapi bedanya tukang paket denganku adalah aku tidak perlu meminta bintang 5, melainkan untaian senyum dari mustahik sudah membuatku bahagia.
Sabtu (24/12) para mahasiswa penerima beasiswa asrama PIB UGM (Program Indekos Beasiswa Universitas Gadjah Mada) berkunjung ke rumah seorang donatur yaitu Ibu Yuni. Beliau merupakan istri dari pendiri beasiswa ini yaitu almarhum bapak H. Sentot Ahmadi S.H.
Kedatangan para mahasiswa pada kesempatan ini selain bertemu dan menjalin silaturahmi dengan ibu Yuni selaku donatur penerus, para mahasiswa juga ingin mengirim doa bersama dengan mengikuti tahlilan 2 tahun wafatnya bapak H. Sentot Ahmadi S.H.
“Terima kasih atas bantuan beasiswa asrama ini, alhamdulillah mendapat keluarga baru di kota perantauan ini” kata Huda salah satu mahasiswa penerima beasiswa.
Jum’at (19/8) pengurus Masjid Kampus UGM bersama pengurus Rumah ZIS UGM melakukan kunjungan ke Universitas Darussalam Gontor Ponorogo. Dipimpin oleh Dr. Rizal Mustansyir, M.Hum selaku ketua takmir beserta 3 orang takmir, dan 28 takmir muda Masjid Kampus UGM, serta 2 orang pengurus Rumah ZIS UGM diterima oleh Syamsuddin. S.Pd.I selaku wakil ketua Unit Usaha UNIDA (U3).
Tujuan kegiatan kunjungan ini yaitu melakukan studi banding terkait pengelolaan Unit Usaha UNIDA (U3) yang menjadi salah satu bagian dari sistem ekonomi proteksi yang dirancang untuk mengembangkan dan menghidupi seluruh keluarga besar UNIDA Gontor. Unit Usaha UNIDA memiliki berbagai macam usaha, diantaranya foto copy, laundry, mini market, barbershop, kantin, cafe, toko buku dan ATK, serta penyewaan sepeda motor. Berbagai macam usaha ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagi para pengurus Masjid Kampus UGM untuk mendirikan unit usaha di lingkungan Masjid Kampus UGM.
Dari infografis diatas kita menjadi paham bahwa shodaqoh memiliki cakupan yang lebih luas dari infaq. Shodaqoh tidak selalu berbentuk harta, namun dapat dinilai dengan segala amal baik di jalan Allah seperti berdzikir, tersenyum kepada saudara muslim, menyingkirkan duri dari jalan, dan sebagainya.
Sedangkan dari segi hukum, zakat wajib dilakukan oleh setiap muslim yang dikenai kewajiban, sedangkan infaq dan shodaqoh hukumnya tidak wajib namun disunnahkan untuk dilakukan. Kemudian dari segi waktu, infaq dan shodaqoh dapat kita lakukan kapan saja. Sedangkan zakat hanya boleh dilakukan pada masa tertentu, seperti zakat fitri wajib dibayarkan selama bulan ramadhan, atau zakat maal dibayarkan setelah harta mencapai nishab dan dimiliki selama satu tahun hijriyah.
#SobatRZIS, Baitul Mal merupakan sebuah lembaga yang memiliki fungsi mengelola harta milik umat. Terbentuknya lembaga ini untuk mengatur kekayaan harta setiap kaum muslimin. Rasulullah SAW sendiri mempercayakan segala urusan keuangan pada lembaga ini.
Terciptanya Baitul Mal tidak lepas dari surah Al-Anfal ayat ke 81, “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Cerita kali ini berasal dari seorang Mustahik yang bertempat tinggal di Kranggahan I, Trihanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, DIY. Beliau bernama Ibu Supamrih yang tinggal seorang diri di sebuah rumah yang sangat kecil, terdiri hanya dari satu ruangan (kamar). Di kamar itulah beliau melewati hari-harinya dan jarang sekali keluar rumah akibat kondisi kesehatannya yang kurang baik.
Meskipun memiliki keterbatasan dalam berbicara, beliau tetap semangat dan terlihat sumringah ketika diajak berkomunikasi. Pun juga, dengan keterbatasan tangan kanannya yang sulit digerakkan, beliau tidak ingin merepotkan orang lain. Untuk mengganjal rasa lapar, Ibu Supamrih biasanya makan nasi bungkus untuk makan dalam sehari.
Pak Haryanto – Hari selasa sore saya berangkat dengan sepeda motor ke gunungkidul untuk mengantarkan santunan. Saat itu jogja hujan lebat, sampai wonosari masih hujan sedang. Baβda magrib saya mengantarkan santunan kerumah bapak Haryanto dan ibu giyanti yang beralamatkan di Wukirsari RT 8 RW 18 Baleharjo, Wonosari, Gunung Kidul. Ruah pak Haryanto cukup mudah di temui, tidak jauh dari kota wonosari. Sesampainya di rumah beliau, saya disambut oleh pak Haryanto yang kaget karena santunan diantarkan malam2. Saya dijamu dengan jahe hangat, sedikit bertanya2 mengenai kondisi beliau, alhamdulillah bapak dan ibu sehat, untuk kondisi ekonomi memang lama untuk pulih seperti sebelum pandemic, akan tetapi beberapa orang sudah berani untuk pijat di panti pijat pak Haryanto. Pak Haryanto da bu giyanti hanya dirumah berdua, anak beliau sudah wafat karena premature.. alhamdulillah penyaluran santunan sudah terlaksana, semoga beliau dan keluarg selalu diberikan Kesehatan dan kelancaran rezekinya.
Demi sesuap nasi untuk bertahan hidup, tiap-tiap langkah yang mungkin terasa kelabu tidaklah menjadi suatu penghalang bagi mereka yang semangat dalam berjuang. Mbah Ratijo salah satunya. Di usia senjanya, beliau terus bergerak, menjajakan barang jualannya di tengah hiruk pikuk kota Yogyakarta, meski sekarang yang ada tinggalah sepi akibat pandemi.
Mbah Ratijo hidup bersama istrinya di Desa Pogung Kidul Rt 01/Rw 49, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Di rumah sempit itulah keduanya tinggal, sebab beberapa tahun lalu mereka digusur dari rumah lamanya.