Archive:

Language: Bahasa Indonesia

Sekali lagi saya berbeda by Jumali – FTP

Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarokatuh. Nama saya Jumali, nama yang pendek ciri khas orang desa ini pemberian kakek. Saya terlahir dari sebuah desa kecil di pinggiran Kota Bojonegoro pada tanggal 06 September 1989. Di karenakan surat kelahiran saya hilang sewaktu pembuatan akta kelahiran, orang tua memperkirakan kelahiran saya, dan hasilnya semua data saya termasuk di akta kelahiran, KTP, Ijasah dll tertulis Bojonegoro, 22 Agustus 1988. Tidak masalah. Dan sekarang kebanyakan orang mengenal saya dengan nama Ale IKhwan Jumali.

Saya di besarkan dari lingkungan masyarakat yang kurang kondusif. Rata – rata pemuda lulusan SD dan merantau ke kota untuk bekerja. Tapi saya berbeda. Ketika umur lima tahunan, rata – rata anak kecil bercerita tentang hebatnya super hero seperti superman, batman, power ranger, ultramen dll. Rata – rata mereka bercita – cita menjadi salah satu dari tokoh superhero tersebut. berbeda dengan saya. Masih kuat dalam ingatan, waktu itu saya menyampaikan kepada teman – teman bahwa saya bercita – cita menjadi sarjana. Sekali lagi saya berbeda! padahal waktu itu umur saya belum genap sepuluh tahun. Akan tetapi keadaan ekonomi dan lingkungan menjadikan saya mulai melupakan cita – cita tersebut, hingga akhirnya ketika menjelang Ujian Nasional kelulusan dari kelas 3 SMA saya memulai lagi melanjutkan cita – cita tersebut.

Saya hidup mandiri semenjak lulus SMP, selama satu tahun setelah kelulusan tersebut, saya menghabiskan waktu untuk berwirausaha. Kemudian Allah memberikan kesempatan untuk melanjutkan ke SMA. Saya mencukupi kebutuhan selama sekolah dengan menjadi Takmir Mushola di sekolah dan tidur di sekolah semenjak kelas dua sampai lulus. Kemudian Allah memberikan kesempatan untuk bisa menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada FakultasTeknologi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian melalui jalur beasiswa penuh (PBUTM) selama delapan semester. Selama kuliah, saya cukup mandiri secara finansial. Kebutuhan hidup saya penuhi dengan bekerja part time, mencari beasiswa dan jualan pulsa. Semenjak 19 September 2011 saya menjadi takmir masjid warga. Alhamdulillah bisa bertahan sampai sekarang, dan bisa meringankan beban pembiayaan dari orang tua. Sekali lagi, Allah Maha Mampu untuk menskenariokan segala sesuatu.

Sekali lagi saya berbeda. Dengan karakter diri yang kuat, saya menjadi seorang pekerja keras yang tidak mudah putus asa. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan apa yang saya inginkan. Meskipun seringkali harus terbentur pada biaya, sarana dan prasarana. Sampai sekarang saya belum punya komputer ataupun laptop, tapi Alhamdulillah banyak yang tetap bisa saya lakukan. Dengan segala keterbatasan yang saya miliki, saya bisa melakukan yang tidak dilakukan oleh orang lain. Perjalanan amanah yang saya emban semakin hari semakin besar dan berat, semoga semuanya mengantarkan kepada syurga. Tidak semua orang berkesempatan atasnya!

Karakter kerja saya cepat, tepat waktu, tipe konseptor, memilik jiwa kaderisasi dan kepemimpinan yang tinggi, mampu mengayomi, dan mempunyai semangat dakwah. Dengan beberapa sifat tersebut, menjadikan apa yang saya lakukan selalu ber – orientasi pada dakwah. Saya orang yang jujur dan selalu berusaha untuk jujur dan percaya pada kemampuan diri serta pertolongan Allah. Terbukti sampai di semester ke tujuh selama kuliah saya belum pernah titip absen (TA) dan Alhamdulillah saya masih tetap bisa mengikuti semua Ujian Semester.
Semua integritas yang sudah saya bangun akan saya pertahankan, dan berusaha untuk istiqomah. Saya meyakini bahwa hal tersebut akan mendukung diri saya dalam meraih dan mewujudkan cita – cita serta impian saya. Menjadi inspirasi bagi orang lain.

Thank to R-ZIS UGM,tempat saya belajar banyak hal dan cerita. Tempat berbagi tawa dan canda. Sepenggal perjalanan dalam memenuhi kebutuhan hidup saya dapatkan disini. Semoga keberkahan seanntiasa Allah limpahkan kepada pengelola serta donator dan muzakki semunya. Aamiin.

Perjuangan Saya Untuk Hidup Mandiri by Sri Wahyuni – FMIPA

Yuni begitulah biasa saya dipanggil. Nama lengkap saya adalah Sri Wahyuni. Lahir 23 tahun yang lalu tepatnya 22 Januari 1990 di Gunungkidul. Bapak saya bekerja sebagai penambang batu kapur sejak saya kecil hingga saat ini. Ibu saya ibu rumah tangga yang kadang membantu Bapak dengan menjadi buruh tani. Mulai mengenyam pendidikan formal di TK ABA Kepil Mulo sejak usia 4 tahun, berlanjut di SD N Duwet hingga tahun 2012, dan SMP N 3 Wonosari hingga tahun 2015. Menjelang kelulusan SMP, saya berencana matang akan melanjutkan sekolah di sebuah SMK di Wonosari, jurusan akutansi. Bapak pun juga telah menyiapkan biaya dengan menjual kambing dan beberapa pohon jati di pekarangan rumah. Namun Alloh berencana lain. Karena prestasi saya yang cukup membanggakan semasa sekolah, ada guru SMP yang menawari sekolah di Jogja. Ada orang tua asuh yang bersedia menyekolahkan, insyaAlloh hingga lulus kuliah. Saya pun mau. Namun Bapak tidak menyetujui. Mungkin karena beliau belum siap ditinggal anak perempuan satu-satunya untuk hidup mandiri. Sikap hormat dan segan kepada bapak yang terbangun sejak kecil membuat saya tidak berani membantah. Padahal sebenarnya dalam hati saya sangat ingin menerima tawaran tersebut. akhirnya untuk meluluhkan hati bapak, saya minta tolong guru. Guru pun datang ke rumah dan membujuk bapak.

Singkat cerita akhirnya saya sekolah di Jogja, di SMA N 1 Yogyakarta. Saya tinggal bersama orang tua asuh di daerah Umbulharjo. Selama saya tinggal bersama mereka, saya seperti anaknya sendiri. Tidak dibebani sesuatu yang berat kecuali tugas-tugas rutin kecil seperti setiap pagi beres-beres dan menyapu rumah, menyiram tanaman, kadang mencuci mobil, dan menjemur pakaian. Sore hari saya menyetrika pakaian Bapak dan Ibu sembari menunggu cucian di mesin cuci. Siang hari waktu saya habiskan di sekolah. Malam hari saya belajar.

Tiga tahun lebih saya menjalani rutinitas tersebut, awal kuliah saya terfikir untuk hidup mandiri. Ada beberapa alasan namun alasan terbesar adalah saya ingin “bebas”. Semasa sekolah kelas 2 dan 3 saya tidak berani ikut aktif di organisasi sekolah. Bermula dari insiden saat kelas 1 saya dimarahi oleh ibu karena katanyaterlalu memforsir diri. Saat itu saya aktif di OSIS, ROHIS, dan KIR. Aktivitas organisasi sering membuat saya harus pulang petang bahkan malam. Hari Minggu pun juga harus sering ke sekolah. Walaupun demikian saya tetap bertanggungjawab dengan amanah rumah. Sehingga tugas tugas sore (menyetrika dan mencuci) saya kerjakan pada malam hari. Sebenarnya ibu kasihan, namun ekspresi kasih sayangnya adalah dengan memarahiku. Saat itu saya berfikir jika semasa kuliah aktivitas saya hanya sekitar kampus dan rumah, bagaimana saya bisa berkembang. Akhirnya dengan bermodal mendapat beasiswa dari Republika sebesar Rp 300.000,00 per bulan yang saya anggarkan untuk biaya kuliah dan diterima kerja part time di sebuah rental komputer (sekaligus saya bisa tinggal di rukonya), saya pamit untuk hidup mandiri. Sebenarnya ada alasan kuat lain yaitu saya tertekan dengan sikap ibu yang tegas dan hubungan kami yang tidak cair layaknya keluarga. Saya selalu dibayang-bayangi perasaan takut kepada ketegasan beliau.

Enam bulan saya bekerja di rental komputer yang terletak di Patangpuluhan. Ditemani sepeda yang saya beli dengan cairnya beasiswa perdana, setiap hari saya menghabiskan waktu 2,5 jam untuk menempuh perjalanan UGM-Patangpuluhan. Mulai bekerja melayani pelanggan rental sepulang kuliah samapi malam.

Bulan November 2009 saya diterima kerja sebagai operator di sebuah warnet yang terletak di jalan Gejayan. Saya memutuskan mengundurkan diri dari rental dan pindah ngekos di daerah Condongcatur. Disamping itu saya juga ditawari teman untuk kerja di toko buku di daerah Gejayan juga. Sehingga saat itu aktivitas saya adalah kuliah, kerja di warnet, kerja di toko buku, dan aktivitas ngaji. Berat memang. Berat di tenaga, waktu, dan pikiran. Tapi itulah perjuangan.

Tahun 2010 saya mendapat informasi dari teman tentang beasiswa RZIS. Saya pun mendaftar dan alhamdulillah diterima. Tidak lama kemudian saya juga ditawari untuk magang di RZIS oleh salah satu staff. Tawaran tersebut saya terima. Sejak itu pula saya memutuskan untuk keluar dari operator warnet dan toko buku.

Tahun 2011 saya pindah ke Janti. Tinggal di asrama mahasiswi semi pondok pesantren “Panatagama”. Mobilitas saya masih sama dengan sepeda. Bulan Juni 2011 saya diajak teman untuk mengajar TPA di daerah kricak kidul. Tidak lama kemudian saya mendapat tawaran dari salah seorang wali santri untuk mengajar di bimbingan belajar di daerah setempat. Karena saya cinta dengan dunia mengajar tawaran tersebut saya terima. Sehingga saat itu aktivitas saya adalah kuliah, belajar di asrama (pagi ba’da subuh dan ba’da maghrib sampai malam), magang di R-ZIS, mengajar TPA, mengajar les, dan ngaji. Berat memang. Itulah perjuangan.

Dan aktivitas tersebut berlanjut hingga sekarang kecuali aktivItas di asrama. Awal tahun 2012 saya pindah kos di dekat lokasi mengajar TPA dan les. Pemasukan yang saya terima dari magang dan mengajar les saya tabung untuk biaya kuliah, bayar kos, biaya makan, dan ingin meringankan beban orang tua dengan membantu biaya sekolah adik saya.Dan dengan adanya beasiswa R-ZIS alhamdulillah meringankan beban kehidupan saya.

Begitulah perjuangan saya untuk hidup mandiri. Semoga bermanfaat. Sekian terima kasih!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Perjuangan Kuliah di UGM by Muksin – Mipa

Nama saya Muksin, salah satu mahasiswa UGM yang baru saja wisuda tanggal 21 Mei 2013. Latar belakang saya dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi. Saya berasal dari sebuah desa di Kabupaten Cilacap, saya mempunyai 2 orang adik. Ibu saya hanya sebagai ibu rumah tangga, bapak saya bekerja sebagai buruh bangunan.

Sewaktu SD kelas 6, tidak disangka-sangka diakhir semester saya mendapatkan beasiswa sebesar 360.000 rupiah. Beasiswa itu saya gunakan untuk biaya melanjutkan sekolah ke SMP favorit sekecamatan, yang berjarak kurang lebih 10km dari rumah. Saya diterima disekolah tersebut, setiap berangkat ke SMP saya selalu naik sepeda. Untuk biaya sekolah selanjutnya alhamdulillah saya dapat beasiswa dari pemerintah, walau tidak bisa menutup semua biaya sekolah tapi bisa meringankan beban orang tua. Sewaktu kelas 2, bapak memutuskan untuk mencari pekerjaan di jakarta sebagai buruh bangunan, sebelumnya bapak bekerja sebagai pembuat gula merah dari pohan kelapa dan bekerja serabutan. Sejak itu saya belajar mandiri. Untuk membantu orang tua, saya memelihara kambing, setiap pulang sekolah saya mencari rumput untuk pakan kambing.

Setelah lulus SMP saya berniat melanjutkan ke SMK favorit di Kabupaten, tetapi karena ada persyaratan tinggi badan, saya urungkan niat mendaftar kesana. Karena tinggi badan saya tidak memenuhi persyaratan, walau cuma kurang 2 cm. Akhirnya saya putuskan untuk melanjutkan ke SMA N 1 Maos, yang notabene bukan sekolah favorit, tapi itu termasuk sekolah SMA Negeri yang paling dekat dengan tempat tinggal. Untuk berangkat ke SMA saya masih setia menggunakan sepeda, waktu tempuhnya kira-kira 30-45 menit. Untuk meringankan biaya sekolah saya masih memelihara kambing dan alhamdulillah saya dapat beasiswa lagi dari pemerintah, walau hanya 2 tahun saja. Sewaktu kelas 3 saya bingung mau melanjutkan atau tidak. Karena untuk kuliah memerlukan biaya yang sangat besar bagi keluarga saya, apa lagi adik saya juga pengen sekolah lagi ke sekolah favorit. Jadi saya harus mencari informasi untuk bisa kuliah gratis, saya konsul ke Guru BK, ternyata ada jalur masuk ke UGM melalui jalur PBUTM yang apabila diterima bebas biaya kuliah selama 8 semester. Pada awalnya masih ragu, karena tidak dapat ijin dari orang tua, tapi akhirnya mendapatkan ijin dengan catatan jika diterima harus hidup mandiri. Akhirnya saya mendaftar dan diterima di prodi Fisika.

Awal dijogja terasa hidup sangat berat, karena harus pontang panting untuk hidup madiri. Alhamdulillah masih dikasih uang sama orang tua dan harus pandai-pandai menggunakannya. Saya bekerja sebagai pengajar les privat sampai sekarang. Pada waktu di semester 3 saya mencari beasiswa, akhirnya dapat beasiswa dari Yayasan Sekti selama 1 tahun. Pada semester 4 saya bekerja untuk entry dan compare data penelitian, alhamdulillah mendapatkan bayaran yang lumayan besar. Pada akhir tahun 2010 saya diajak oleh Ibnu Jihad untuk mendaftar sebagai staff RZIS UGM, akhirnya saya diterima sebagai staff, dan disemester berikutnya saya mendaftar beasiswa juga ke RZIS UGM alhamdulillah diterima dan mendapatkan beasiswa RZIS UGM selama 1 tahun, dan sampai sekarang masih menjadi staff RZIS UGM.

Motivasi saya untuk kuliah di UGM adalah untuk menuntut ilmu dan mengembangkan potensi diri dengan lebih baik. Karena UGM adalah kampus kerakyatan yang bisa merangkul seluruh lapisan masyarakat untuk belajar di UGM.  Dunia kampus merupakan dunia yang penuh dengan ilmu pengetahuan, disinilah kita ditempa untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Karena hal itulah tekad saya untuk tidak akan menyia-nyiakan kuliah di UGM. Saya bersyukur mendapatkan kesempatan untuk menuntut ilmu di UGM, karena tidak semua orang memiliki kesempatan seperti saya.

Saya berharap dengan adanya RZIS UGM bisa membantu orang-orang yang kesulitan dalam hal biaya perkuliahan dll. Saya ucapkan terimakasih pada RZIS UGM yang sudah membantu saya selama ini sehingga bisa mendapatkan title sarjana. Semoga kedepannya RZIS UGM akan lebih maju dan bermanfaat untuk sesama.

Ayahku, Perjuanganmu Akan Berbuah by Fathoni Fawzi – Mipa

Saya terlahir dari keluarga yang sangat sederhana, ayah saya seorang pedagang keliling, beliau menjual tahu dan tempe setiap pagi. Sedangkan ibu saya hanya ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan keluarga. Dalam hal pendidikan orang tua saya terutama ayah sangat mendukung anak-anaknya. Dari TK-sampai perguruan tinggi selalu beliau usahakan untuk membayar biaya pendidikan anak-anaknya. Ayah punya mimpi untuk membuat ketiga anaknya menjadi seorang sarjana, karena ayah saya menyakini bahwa jika menjadi sarjana hidup anak-anaknya akan jauh lebih baik dari orang tuanya. Alhamdulillah perjuangan ayah sudah mulai berhasil, karena sekarang kedua kakak saya sudah menjadi sarjana, dan sekarang tinggal saya yang diharapkan menjadi sarjana di Universitas Gadjah Mada.

Menempuh pendidikan di luar kota membuat beban ayah saya untuk mencari uang lebih berat, karena ayah saya tidak hanya harus membayar uang pendidikan saya tetapi juga harus membayar biaya sehari-hari saya mulai dari makan, kos, uang kendaraan, keperluan buku-buku kuliah, kebutuhan isidental, dan lain-lain. Untuk mencukupi itu semua ayah saya mencari pekerjaan tambahan yaitu dengan mengumpulkan sisa kayu atau di daerah saya disebut “awul-awul” dari tukang kerajinan mebel.

Umur ayah yang sudah 50 tahun lebih membuat saya merasa prihatin kepada ayah, sehingga saya bertekad untuk membalas semua perjuangan ayah dengan sungguh-sungguh berkuliah di Universitas Gadjah Mada. Selain itu saya juga berusaha meringankan beban biaya dengan cara mengajukan beasiswa yang ada di Universitas Gadjah Mada, jika saya mendapatkan beasiswa maka saya bisa mengurangi beban ayah saya. Ayah tidak perlu lagi membayar uang pendidikan, beliau hanya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari saya.

Pada awal semester saya tidak mendapatkan beasiswa, baru pada semester 2 saya mendapat informasi bahwa Rumah Zakat Infaq dan Shodaqoh membuka program beasiswa. Langsung saja saya melengkapi persyaratan dan saya serahkan ke kantor RZIS. Pada saat itu saya merasa khawatir tidak akan diterima, hampir 1 bulan saya menunggu pengumuman dan akhirnya pas saya sedang kuliah saya dapat kabar bahwa pengumuman beasiswa RZIS sudah ada segera saya lihat di web, dan alhamdulillah saya diterima. Selama 2 semester saya menerima beasiswa dari rumah zakat dan saya benar-benar merasakan manfaatnya, terutama karena dapat meringakan beban orang tua saya. Uang yang saya dapatkan dari RZIS saya gunakan untuk membayar biaya kuliah dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kemudian setelah 2 semester saya tidak mengajukan perpanjangan karena saya nilai bahwa syarat saya kurang melengkapi karena pada saat itu ip dan ipk saya turun drastis.semenjak itu saya tidak pernah mengajukan beasiswa ke RZIS lagi, tapi sebagai gantinya saya menjadi staff di RZIS. Sudah 2 tahun saya menjadi staff di RZIS dan begitu banyak manfaat dan pelajaran yang bisa saya dapatkan. Dengan adanya beasiswa RZIS benar-benar bisa membantu mahasiswa yang kekurangan biaya dalam menempuh kuliah di Universitas Gadjah Mada. Semoga program beasiswa ini dapat berlanjut terus tanpa adanya vakum atau berhenti.

Perjuanganku Untuk Terus Belajar by Ahmad Solikin – FKT

Saya berjuang untuk bisa belajar di Universitas Gadjah Mada (UGM). Saya adalah salah satu mahasiswa UGM yang sedang berjuang untuk bisa terus belajar dan mengapai cita-cita menjadi sarjana lulusan UGM. Latar belakang saya berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi. Saya anak tunggal dari ayah dan ibu. Sejak kecil, ayah tidak dapat bekerja karena sakit. Jadi hanya ibu saja yang berusaha memenuhi kebutuhan hidup dengan menjadi buruh tani di musim tanam. Sawah warisan dari nenek seluas 0,25 ha saja sehingga sangat kurang untuk mencukupi berbagai macam kebutuhan rumah tangga dan biaya pendidikan saya sekolah.

Setelah lulus Sekolah dasar, saya bertekad untuk melanjutkan sekolah SMP. Tidak tanggung-tanggung sekolah yang saya akan tuju adalah sekolah tervavorit di kabupaten. Dan terkenal biaya pendidikannya mahal. Sudah barang tentu ibu saya melarang saya untuk melanjutkan sekolah lagi. Karena tidak memiliki biaya yang cukup untuk membayar SPP, dll. Tapi saya memiliki tekad yang kuat untuk tetap melanjutkan sekolah karena saya yakin suatu saat pasti bisa. Tetap saja ibu melarang untuk tidak mendaftar sekolah. Saya bilang ke ibu saya kalau saya akan hanya sekolah sampai SMP saja. Akhirnya karena saya terus ngotot untuk sekolah, ibu membolehkan untuk sekolah lagi dangan biaya seadanya.

Setelah masuk SMP, alhamdulillah saya dapat beasiswa tapi tidak tahu tiba-tiba berhenti ditengah jalan. Jadinya biaya pendidikan juga terasa sulit bagi kami. Sampai saya mau lulus, siswa di suruh untuk mengambil surat keterangan hasil ujian nasional dengan biaya 50.000 rupiah. Sampai sekarang surat itu belum saya ambil karena dulu tidak ada uang. Karena hasil ujian juga sudah ada di ijazah SMP.

Selepas SMP, saya bertekad pula untuk melanjutkan SMA. Lagi-lagi ibu melarang saya, tapi saya buat keputusan dan disetujui ibu, bahwa saya tetap melanjutkan SMA, kalaupun ditengah jalan tidak bisa membayar, berhenti saja tidak masalah.  Yang penting masuk SMA dulu, akhirnya setelah masuk SMA saya dapat bantuan beasiswa walaupun besarnya lebih kecil dari SPP SMA. Tapi cukup membantu meringankan beban ibu. Dari SMP-SMA saya sudah menghabiskan kurang lebih 4 sapi untuk biaya pendidikan saya. Beasiswa saja tidak cukup karena besarannya sangat kecil.

Menjelang lulus SMA saya mencoba untuk mendaftar beasiswa etos untuk masuk ke ugm. Akhirnya saya tidak dapat beasiswa tersebut tapi saya diterima di ugm. Saya tetap berkeyakinan, kalau pasti ada jalan. Kalaupun tidak bisa membayar uang kuliah keputusan yang saya sepakati dengan ibu saya adalah berhenti di tengah jalan tidak masalah, yang penting berusaha dulu. Tapi alhamdulillah, saya dapat beasiswa baznas berupa biaya SPP-BOP sampai semester 8. tapi lagi-lagi saya harus pontang panting untuk mencari biaya uang saku untuk biaya kos dan hidup selama pendidikan di ugm.

Terpaksa saya berhutang dulu sama teman-teman saya untuk bisa makan. Dan numpang di kos-kosan teman untuk tidur. Sebelumnya saya tidur di masjid dan tinggal di masjid pula karena tidak ada biaya untuk kos. Tapi karena kesibukan aktivitas kampus, akhirnya saya keluar dan mencoba untuk kos sendiri. Sampai sekarang kos baru saya bayar sepertiga harga, dan si sanya bulan juni. Belum tahu juga mau dibayar pakai apa, tapi saya berkeyakinan bisa mengatasi semuanya. Hanya modal keyakinan saja, semuanya bisa jalan. Itulah saya. Sampai saya mengadu ke bu Ida ditmawa untuk mencari solusi permasalahan saya ini. Akhirnya disuruh mengajukan beasiswa ke RZIS UGM. Dan alhamdulillah saya dapat beasiswa ini.

Motivasi saya untuk belajar di UGM adalah untuk menuntut ilmu dan mengembangkan potensi diri dengan lebih baik dan maksimal. Pendidikan adalah salah satu instrumen untuk membangun kemajuan bangsa dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya, dan merupakan tempat untuk membentuk karakter anak didik agar memiliki karakter unggul & memiliki pola pikir yang benar. Bagaimanapun juga antara orang yang mengenyam bangku pendidikan tinggi dengan yang tidak, sudah barang tentu memiliki pola pikir yang jauh berbeda. Selain itu, kampus merupakan tempat yang bisa dikatakan sebgai kawah candradimuka untuk menggodok manusia-manusia unggul dan profesional di bidangnya masing-masing dengan belajar, karena didalamnya (kampus) merupakan lautan ilmu pengetahuan.

Berangkat dari itulah saya bertekad untuk belajar menuntut ilmu di UGM. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang tidak semua orang mendapatkannya ini dengan belajar sungguh-sungguh. Semoga bisa membangun bangsa indonesia dengan lebih baik. Harapan saya dengan adanya beasiswa RZIS UGM adalah dapat menunjang study saya dengan baik dan dapat meringankan beban biaya hidup, baik itu kos maupun yang lain. Demikian terima kasih. (ASN)

Ayah adalah Motivasi Terbesarku by Anggi Rosinta – Hukum

Saya adalah salah satu mahasiswa UGM yang sedang berjuang untuk bisa terus belajar dan mengapai cita-cita menjadi sarjana lulusan UGM. Latar belakang saya berasal dari keluarga yang bisa dibilang tidaklah berkecukupan. Awalnya keluarga kami tidak terlalu kesusahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tahun 1999 ayah saya terkena serangan jantung dan dilarikan ke rumah sakit. Semenjak itu ayah saya tidak bisa bekerja berat karena kondisi kesehatannya tidak memungkinkan. Tahun 2000 ayah saya kembali masuk rumah sakit dengan penyakit yang sama, bahkan kabar buruknya ayah saya juga menderita sakit ginjal dan ada gangguan pada paru-parunya. Ayah saya perokok berat. Saudara-saudaraku yang menggantikan ayah sebagai pencari nafkah. Hingga akhirnya ibu pun ikut mencari nafkah, karena untk memenuhi kebutuhan sehari-haripun sangat sulit, apalagi ayah tergantung obat-obatan. Kami yang ingin bersekolah, ingin merasakan nikmatnya pendidikkan pun harus mendapatkan ancaman dari ibu. Kalau ingin bersekolah harus belajar yang rajin agar mendapatkan beasiswa. Apalagi setelah itu ayah meninggal dunia dan tidak membuat keadaan membaik.

Alhamdulillah tuhan tidak membiarkan kehidupan kami begitu saja, kami mendapatkan beasiswa untuk bersekolah. Tidak cukup sulit bagi orangtuaku untuk menyekolahkan kami. Hingga akhirnya saya menyelesaikan sekolah menengah atas saya dengan menggunakan uang beasiswa. Tapi menjadi permasalahan baru ketika saya mencoba mengikuti program UGM (PBUTM) dan saya dinyatakan lolos. Orangtua dan saudara-saudara cukup gusar, karena memikirkan bagaimana nantinya saya tinggal dikota besar dan biaya hidup. Tapi seiring dengan waktu saya bisa membuktikan pada orang lain saya bisa menjalani dan menghadapi tantangan di kota besar. Walaupun biaya hidup saya disini dengan uang patungan saudara-saudara dan tak pernah sebesar anak-anak yang lainnya, walaupun saya harus berjalan kaki ke kampus bukan dengan menggunakan kendaraan mewah. Saya tetap bersyukur dengan segala sesuatunya yang telah diberikan tuhan demi perubahan nasib keluarga.

Motivasi saya untuk belajar di UGM adalah: motivasi terbesar saya untuk belajar di UGM karena ayah saya. Keinginannya untuk melihatku menjadi seorang pengacara. Lalu motivasi berikutnya karena ibu saya, aku lelah melihatnya sampai usia senjapun tetap bekerja untuk biaya hidup kami. Perubahan nasib keluarga diperlukan ,mungki8n ini salah satu jalannya. Ketiga ingin membuktikan ada masyarakat yang sering meremehkqan kehidupan kami, bahwa kami tidak seburuk apa yang ia lihat. Saya juga sangat ingin menyekolahkan adik-adik saya sampai setinggi-tingginya.

Harapan saya dengan adanya beasiswa RZIS UGM adalah bisa sedikit mengurangi beban orangtua. Menggunakan uang beasiswa untuk kepentingsan kuliah dengan sebaik-baiknya. Kegiatan perkuliahan menjadi lancar.

Takdir Allah Itu Begitu Indah jika Kita Mau Bersabar by Detta Khoerunnisya – Psikologi

Jakarta, 9 Juli 1990 saat itulah saya dilahirkan. Saya lahir dari pasangan bapak Supriyadi dan Ibu Juariyah.. Saya merupakan anak pertama dari empat bersaudara..Adik saya satu laki-laki dan dua perempuan. Sejak lahir hingga berumur 15 tahun saya tinggal di Jakarta, tepatnya daerah Jakarta Barat. Saat itu kehidupan kelurga kami tergolong berkecukupan. Bapak bekerja sebagi karyawan bagian marketing swasta disebuah perusahaan Gypsum. Penghasilan Bapak yang lumayan besar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga kami. Bahkan tidak jarang sisanya msih bisa ditabung ibu. Selain itu kami juga mendapat fasilitas dari perusahaan berupa rumah tinggal dan kendaraan untuk bapak bekerja. Hampir setiap bulan Bapak mengajak kami sekelurga pergi rekreasi sekedar melepas kejenuhan dari rutinitas kami. Kelurga kami tergolong kelurga yang harmonis. Bapak selalu memprioritaskan pendidikn anak-anaknya. Mulai dari kegiatan sekolah kami hingga perihal ibadah. Setiap malam Bapak dan Ibu selalu menanyakan kepada anak-naknya tentang bagaimna kegitan di sekolah masing-masing. Ya itulah sekilas gambaran tentang kelurga saya.

SD-SMP saya bersekolah di sekolah yang bisa dikatakan sekolah favourit dengan kualitas pendidikan yang baik. Meskipun biaya SPP perbulannya tergolong mahal tapi Bapak dan Ibu berprioritas bahwa pendidikan harus diutamakan. Ketika saya kelas 3 SMP masa-masa sulit mulai mnimpa keluarga kami,, Perusahaan tempat bapak bekerja mengalami masalah keuangan. Bapak akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dan memilih pindah ke Semarang. Saat itu ibu tidak bisa mengambil keputusan apa-apa karena Ibu berprinsip “harus ikut suami”. Sebenarnya saat itu kami sebagai anak sangat keberatan. Ada ketakutan jika kami tidak bisa menyesuiakan diri dengan lingkungan baru apalgi kami terbiasa dengan kehidupan kota yang ramai sedangkan tempat kami pindah sangatlah jauh dari keadaan kami sebelumnya.

Akhirnya pada tahun 2005, kami pun pindah ke Semarang. Dengan dana yang terbatas kami tidak bisa membeli rumah disana. Akhirnya untuk sementara waktu Bapak memutuskan untuk menumpang di rumah Budhe. Awalnya memang kami berniat hanya menumpang beberapa bulan saja, tapi kondisi Bapak yang tidak kunjung mendapat pekerjaan baru membuat uang tabungan kelurga kami semakin menipis. Alhamdulillah saya dan adik-adik mendapat besiswa prestasi di sekolah kami masing-masing, jadi paling tidak uang tabungan itu bisa digunakan untuk keperluan lain. Tapi ternyata uang tabungan itu tidak bisa bertahan lama. Hampir 1 tahun Bapak menganggur. Sudah cari pekerjaaan sana sini tapi belum juga dapat. Sedangkan kebutuhan sekolah kami untuk membeli buku pun semakin mendesak. Melihat keadaan kelurga yang semakin menurun, akhirnya Ibu memutuskan untuk mencoba bekerja. Awalnya ibu bekerja sebagi buruh sapu di perusahaan pembuatan mebel rotan. Ibu bekerja disana selam 6 bulan. Setelah pabrik tersebut pindah, ibu pun diberhentikan.

Melihat Ibu rela bekerja “kasar”, akhirnya bapak pun menurunkan “taraf pekerjaan” yang sebelumnya diharapkan. Bapak memilih bekerja apa saja yang penting penghasilannya halal. Mulai dari pemotong rumput di perumahan, supir pribadi, sampai supir truk pun dijalani. Tapi namanya saja bekerja serabutan jadi penghasilannya pun tidak mesti. Akhirnya Ibu pun mencoba melamar di Pabrik minuman Sari kelapa, dan alhamdulillah diterima. Sampai saat ini sudah hamper 2 tahun Ibu bekerja disana.

Tahun 2008 saya lulus sekolah, dan saya sangat ingin melanjutkan kuliah. Bapak dan ibu tidak melarang saya untuk kuliah tetapi dengan konsewkuensi saya harus mencari kuliah dengan beasiswa. Alhamdulilla saya pun diterima di fakultas psikologi UGM melalui jalur PBUTM. Meskipun biaya pendidikan sudah ditanggung pihak UGM, tetapi untuk biya sehari-hari saya masih merasa keberatan. Apalagi ketika saya mulai kuliah tiba-tiba ibu dirumahkan sementara dari pabriknya. Alasannya karena produksi sepi. Dan saat itu bapak pun tidak ada orderan untuk kirim barang dengan truk sewaannya. Mau tidak mau saya mencari alternative.

Saya tinggal di asrama orang-orang jawa barat, daerah mandala krida. Dengan tinggal disana saya tidakmengeluarkan biaya untuk kos, hanya memabyar listrik dan air tiap bulannya. Dan besarnya pun tergolong ringan, waktu itu hanya Rp.20.000. Untuk biaya transportasi kuliaha saya dapat dari penghasilan mengajar di TPA Masjid Pangeran Diponegoro karena kebetulan saat itu saya aktif dalam organisasi remaja masjid disana. Dan alhamdulillah ada ibu-ibu pengajian yang menawarkan saya untuk Bantu-bantu ngajar. Untuk uang makan terkadang saya dikirimi saudara saya. Kadang ada yang mengirimi 300.000 untuk 2 bulan kadang 100 ribu. Saya tidak mempermasalahkan berapa besarnya, saya sudah sangat berterima kasih mereka mau membantu.

Biaya makan dan transportasi sudah terpenuhi, namun tugas-tugas yang banyak dan biaya buku menuntut saya untuk mencari tambahan lagi. Akhirnya saya memutuskan untuk kuliah sambil berjualan kue-kue dan jilbab. Semester 2 saya mulai geluti usaha itu, saya sempat dapat modal daro seorang dokter yang notabennya kakek dari sahabat saya sendiri. Waktu itu Pak dokter merasa kasihan dan sedikit bangga dengan perjuangan saya, akhirnya beliau memberikan saya uang sebesar 500 ribu untuk modal berjualan… ketika saya merasa lelah dengan aktifitas diluar kuliah yang terlalu menyita waktu dan tenaga saya merasa kecewa dan sedikit putus asa. 2 bulan sebelum UAS semester kedua saya jatuh sakit. Orang tua saya bingung. Mereka tidak punya dana untuk sekedar menengok saya di jogja. Saat itu saya kehabisan uang, dan pertama kalinya selama kuliah saya merengek meminta kiriman uang dari orangtua saya. Entah kenapa ada perasaan ingin memberontak “kenapa selama ini saya tidak mendapatkan kiriman?”, “apakah bapak ibu tidak kasihan dengan keadaan saya disni yang pontang panting cari biaya untuk bertahan hidup demi kuliah”. Saat itu saya sempat iri dengan teman-teman saya yang selalu ducukupi oleh orangtuanya.

Hari berganti hari, orangtua saya pun mengirimkan uang untuk 2bulan terahrir sebelum semester genap berakhir. Memang tidak seberapa, tapi itu sudah cukup berarti bagi saya. Setelah melalui beberapa proses intropeksi yang lama saya pun memaklumi keadaan mereka. Tahun 2009, adik laki-laki saya lulus SMA. Ia pun diterima di fakultas Teknik UGM. Saat-saat itu membuat saya kebingungan. Jika harus menanggung 2anak yang kuliah orangtua saya sangat keberatan. Akhirnya saya mengalah, padahal KRS sudah saya isi. Semester 2-5 saya vakum dari kegitan kuliah, dan memilih untuk bekerja.

Saya sempat mendapatkan besiswa untuk kursus design computer di salah satu lembaga kursus. Saya pun pernah bekerja di perusahaan software komputert sebagi operator. Selain itu saya juga mengajar di BIMBEL dan privat dari rumah ke rumah.

Tiga semester berlalu saya pun beranikan diri mengambil langkah untuk kembali ke UGM dan menanyakan status kemahasiwaan saya. Setelah melalui proses yang panjang akhirnya pihak rektorat dan fakultas memberikan saya kesempatan untuk melanjutkan kuliah saya lagi. Alhamdulillah puji syukur bagi Allah S.W.T karena tanpa kehendakNya saya tidak mungkin bisa kembali lagi masuk dalam lingkungan civitas akademik UGM.

Selain kuliah saya pun tidak berhenti untuk selalu mengikuti kegitan Tarbiyah, meskipun sebagian aktifitas tarbiyah saya bukan di kampus tapi insyaallah tarbiyah dan dakwah tidak akan saya tinggalkan. Karena itu saya anggap sebagai tolak ukur ketika saya “down”. Ya,, begitulah sekilas cerita dari saudarimu ini. Subhanallah ternyata dari sesuatu yang terlihat rumit tersimpan banyak hikmah didalamnya. Sungguh takdir Allah itu benar-benar indah ketika kita mau bersabar Semoga kita termasuk orang-orang yang qonaah dan istiqomah terhadap takdirnya. Allahu Akbar.

Mimpi dan Harapanku by Fauzul Muna – Sospol

Saya berjuang untuk bisa belajar di Universitas Gadjah Mada (UGM). Saya adalah salah satu mahasiswa UGM yang sedang berjuang untuk bisa terus belajar dan mengapai cita-cita menjadi sarjana lulusan UGM. Latar belakang saya berasal dari keluarga sangat sederhana sebuah kota kecil yang terkenal dengan rokok kreteknya, yaitu Kudus. Bapak saya bekerja sebagai buruh di Pabrik rokok dengan upah di bawah UMR. Jika dikurangi potongan koperasi, dalam satu bulan Bapak hanya bisa membawa pulang gaji tidak lebih dari 500 ribu.  Ibu saya bekerja sebagai Guru honorer di Madrasah Ibtidaiyah (MI). Ibu sangat idealis,pada zaman Orde Baru beliau tidak berkehendak untuk diangkat menjadi PNS. Bagi beliau, menjadi PNS sama saja dengan menjadi antek-antek pemerintah, dan salah satu cara melawan adalah dengan tetap menjadi guru honorer. Pilihan Ibu membawa konsekuensi kecilnya gaji yang diterima. Saya sampai tidak sanggup menyebutkan nominalnya karena saking kecilnya. Dengan kondisi seperti ini, melanjutkan kuliah di UGM (yang terkenal mahal) merupakan hal yang tidak logis. Namun tidak ada hal yang tidak mungkin, toh buktinya sekarang saya tercatat sebagai mahasiswa jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UGM.

Dari awal kuliah, saya memang tidak di support secara financial oleh keluarga, namun dukungan dan doa selalu tercurah untuk kelancaran studi saya. Mungkin ini yang membuat saya masih bisa bertahan sampai sekarang. Berbagai cara saya lakukan untuk tetap kuliah, mulai dari kerja part time di berbagai tempat, menjadi fasilitator outbond, ikut hibah penelitian, mengikuti berbagai lomba, sampai mengirimkan tulisan ke berbagai media.

Kuliah di UGM merupakan mimpi saya sejak kecil. Bagi saya UGM merupakan kampus terbaik dan orang-orang yang masuk pun orang-orang terbaik. UGM telah mencetak lulusan-lulusan hebat. Hebat dalam bayangan saya bukan hebat dalam artian mainstream seperti sekarang, kehebatan yang hanya diukur dengan barometer materiil. Bagi saya, individu hebat yakni individu yang tidak hanya memikirkan diri sendiri, namun bergunan bagi orang-orang di sekitarnya. Saya inging menjadi bagian dari individu hebat ini.

Harapan saya dengan adanya beasiswa RZIS UGM adalah dapat membantu saya meringankan beban finansial. Saya tidak perlu bekerja dan bisa lebih fokus belajar.

Man Jadda Wajada by Indra Rukma Hison Safi’i – FH

Assalamualaikum. wr. wb. Izinkanlah saya menceritakan sedikit kisah perjalanan hidup saya. Saya berjuang untuk bisa belajar di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan sungguh-sungguh sejak masih duduk di bangku SMA N 1 Bantul dengan usaha dan doa serta dukungan dari orangtua dan orang-orang terdekat saya. Bagi saya seorang anak desa, merupakan satu kebanggaan bisa meneruskan studi di UGM. Bukan hanya kebanggaan bagi saya, namun bagi orangtua dan orang-orang di sekitar saya. Akan tetapi kebanggaan itu tak ada artinya jika saya tidak dapat menyelesaikan studi & menjalankan kewajiban saya dengan baik. Terlebih saya membawa nama UGM di masyarakat, yang tentunya segala prestasi dan tingkah laku saya akan dinilai oleh masyarakat. Alhamdulillah usaha itu tidak sia-sia. Saya berhasil diterima sebagai salah satu mahasiswa di antara ribuan orang yang berkeinginan meneruskan studinya di UGM. Hal tersebut tidak mungkin terjadi tanpa ridha Allah dan restu orangtua, serta dukungan dari orang-orang di sekitar saya.

Saya adalah salah satu mahasiswa UGM yang sedang berjuang untuk bisa terus belajar dan mengapai cita-cita menjadi sarjana lulusan UGM. Latar belakang saya berasal dari keluarga yang sederhana, anak orang kebanyakan. Ayah saya seorang PNS dan ibu saya seorang ibu rumah tangga. Saya dua bersaudara bersama adik perempuan saya yang saat ini masih sekolah di bangku SMA SBI (Sekolah Berbasis Internasional) kelas 1 di SMA 1 Bantul, sedangkan saya sendiri kuliah di Fakultas Hukum UGM saat ini sedang menempuh semester 6.

Pada saat saya masih duduk di kelas 2 SMA, keluarga kami sedang mendapat ujian dari Allah. Ibu saya mengalami sakit yang serius, yakni tumor otak. Memang sebelumnya penyakit itu tidak terdeteksi sejak dini, namun baru terdeteksi setelah tumor itu sudah memasuki pada stadium 3 (tiga). Berbagai upaya sudah kami lakukan untuk kesembuhan ibu kami, mulai dari cara medis maupun pengobatan alternatif yang tentunya menghabiskan biaya yang tidak sedikit sampai hutang di sana sini.

Sekitar setahun menderita sakit dan sudah menjalani berbagi pengobatan, akhirnya Allah punya rencana lain, pada tahun 2007, tepatnya bakda subuh tanggal 13 Maret 2007, bertepatan juga saya sedang menempuh ujian semester ibu saya meninggal. Setelah kepergian ibu, awalnya kami merasa sangat kehilangan, betapa ibu meninggal di usia yang masih muda, yakni 39 tahun. Tetapi kami ikhlas karena mengingat sakit yang diderita ibu cukup berat dan kami juga tak tega melihat ibu menahan sakit setiap hari. Setelah itu kehidupan keluarga kami (saya, adik, dan ayah) bertiga berjalan dengan baik.

Namun, 3 (tiga) tahun kemudian ayah kami menikah lagi. Saya masih menjalani studi kuliah di Fakultas Hukum UGM, sedangkan adik saya masih duduk di bangku SMA kelas 1. Gaji ayah saya sekitar Rp 2.700.000,00 per bulan dan tinggal menerima sekitar Rp 1.400.000,00 karena masih mencicil hutang bank yang digunakan untuk biaya pengobatan ibu di waktu sakit dahulu. Biaya SPP adik saya per bulan Rp 250.000,00, sedangkan biaya kuliah saya minimal Rp 2.000.000,00 per semester. Itu baru biaya sekolah, belum untuk kebutuhan yang lainnya.

Untuk operasional setiap hari saya nglaju dari rumah saya di Srandakan sampai kampus sekitar 45 menit, pulang pergi sekitar 60 km. Untuk transport setiap hari kurang lebih Rp 10.000,00 untuk membeli bensin dan untuk makan 2 kali sekitar Rp 10.000,00, jadi pengeluaran saya rata-rata per hari Rp 20.000,00 atau Rp 600.000,00 per bulan, belum lagi kebutuhan lainnya seperti untuk fotocopy, print, membuat tugas, pulsa, dan lain-lain.
Dengan penghasilan sebesar itu, untuk membiayai saya dan adik saya sekolah serta untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dirasa sangat berat, belum lagi ayah saya juga berkewajiban memberi nafkah kepada ibu tiri kami dan anaknya yang masih balita. Ayah kami juga jarang pulang dan tinggal di rumah ibu tiri kami serta jarang memberi uang kepada kami untuk makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari kami di rumah jadi kami menggunakan sedikit tabungan kami yang masih tersisa dan sedikit bantuan dari sanak saudara untuk makan dan memenuhi kebutuhan untuk melangsungkan kehidupan sehari-hari dan tidak tahu dapat bertahan sampai kapan seperti ini, berharap keadaan akan membaik.

Saya tinggal di rumah hanya berdua dengan adik saya. Tidak hanya memikirkan biaya sekolah, namun saya juga pusing memikirkan biaya kebutuhan sehari-hari di rumah. Di satu sisi kami merasa tidak terpenuhi hak kami, namun di sisi lain kami juga memahami keadaan ayah kami dengan segala keterbatasannya. Maka, sebagai anak yang berbakti kami juga turut membantu sebisa kami untuk meringankan beban ayah kami dan tidak menuntut ini itu, mengingat ayah sudah tua dan sebentar lagi memasuki masa pensiun.

Setahun terakhir saya tidak lagi diberi uang saku untuk operasional kuliah, bahkan biaya kuliah dan sekolah adik saya pun sempat tertunda-tunda pembayarannya, untungnya adik saya juga mendapat beasiswa dari sekolahnya jadi sedikit bisa meringankan beban orangtua kami. Karena saya tidak lagi diberi uang saku, maka saya dengan berbagai usaha memenuhi kebutuhan untuk operasional saya sehari-hari dengan berjualan pulsa, itupun belum cukup dan oleh karena itu saya bekerja sambilan di sela waktu luang saya, seperti menjadi sopir di toko kayu dan penjaga toko pakaian, atau pekerjaan lain yang bisa saya kerjakan. Dengan beban mencari uang untuk operasional harian tersebut, mau tidak mau sedikit banyak sangat mengganggu kuliah saya, karena banyak menyita pikiran, tenaga, dan waktu.

Saat ini biaya kuliah yang belum terbayar adalah biaya Kuliah Kerja Nyata (KKN) Rp 1.050.000,00 dan biaya kuliah semester 6 (enam) Rp 2.160.000,00. Dari jauh-jauh hari sampai saat ini saya sudah meminta kepada orang tua namun orang tua belum ada rezeki, dan saya juga sedikit-sedikit menabung. Dengan keadaan saya seperti ini namun Alhamdulillah sampai saat ini saya masih bisa mempertahankan dan meningkatkan Indeks Prestasi saya sehingga hasilnya juga tidak mengecewakan. Jika pada saatnya nanti memang saya belum bisa membayar biaya kuliah mungkin saya akan melakukan cuti 1 (satu) semester atau 2 (dua) semester untuk bekerja terlebih dahulu baru melanjutkan kuliah lagi, meskipun hal tersebut akan menghambat waktu kelulusan studi saya yang akan menjadi mundur. Maka dari itu sebagai salah satu usaha saya adalah dengan mencari beasiswa dan berharap untuk bisa mendapatkan beasiswa yang akan sangat membantu kelancaran studi saya.

Sebenarnya orang tua saya menghendaki saya masuk jurusan IPA pada saat SMA, namun kemampuan saya memang di jurusan IPS, sehingga saya harus membuktikan kepada orangtua saya bahwa pilihan saya tidak salah. Setelah lulus dari SMA saya diterima di 3 (tiga) PTN (Perguruan Tinggi Negeri), yaitu di jurusan Ilmu Hukum UGM, jurusan Ilmu Hukum UNS, dan jurusan Ilmu Manajemen UNY. Namun setelah berfikir, meminta petunjuk Allah, serta meminta pertimbangan dari orang-orang terdekat akhirnya saya menjatuhkan pilihan untuk meneruskan studi di jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum UGM.

Sebenarnya cita-cita saya adalah menjadi seorang pengusaha/ wiraswastawan. Karena ada satu buku yang pernah saya baca menerangkan bahwa “jika kamu jadi buruh maka berusahalah menjadi pegawai”, ”jika kamu menjadi pegawai maka berusahalah menjadi pedagang”, dan Rasulullah SAW pun adalah seorang pedagang. Motivasi saya belajar di UGM adalah untuk menjadi seorang Sarjana Hukum yang jujur, cerdas, dan profesional, sehingga dapat memperbaiki keadaan hukum yang seperti saat ini, baik nantinya saya akan menjadi praktisi, akademisi, maupun berprofesi lain, saya kira itu bukan merupakan masalah karena kita dapat berpartisipasi dalam berbagai bidang sesuai keahlian kita masing-masing.

Harapan saya dengan adanya beasiswa RZIS UGM adalah dapat sedikit meringankan beban orangtua saya dalam membiayai studi saya, sehingga dapat menunjang keberhasilan studi saya sesuai target waktu yang diharapkan dengan nilai kelulusan yang tidak mengecewakan, mengingat persaingan di dunia kerja semakin ketat. Selain itu juga dapat menambah saudara dan wawasan dengan pengurus maupun sesama penerima beasiswa RZIS UGM. Saya juga menyadari bahwa dana beasiswa RZIS ini berasal dari zakat, infak, maupun sadaqah yang tentunya harus dipergunakan untuk hal-hal yang semestinya, maka insya Allah saya akan amanah dalam mempergunakan beasiswa ini.

Demikian sedikit gambaran mengenai kehidupan saya saat ini, dan uraian di atas bukan berarti saya mengeluh dalam menjalani hidup ini melainkan kami masih bersyukur terhadap apa yang Allah berikan kepada kami sampai saat ini. Ada satu pepatah Arab yang selalu menjadi penyemangat bagi diri saya, “Man Jadda Wajada”, Siapa yang menginginkan sesuatu maka dia harus bersungguh-sunguh untuk mendapatkannya dengan usaha keras, kerja cerdas dan doa, insya Allah dia akan mendapatkannya. Karena saya yakin sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan. Wassalamualaikum. wr. wb

Harta Yang Barokah

Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha baik, dan tidak menerima kecuali yang baik …” (HR. Bukhari Muslim).

Harta yang berkah adalah harta yang disenangi Allah. Ia tidak harus banyak. Sedikit tapi berkah lebih baik dari pada yang banyak tetapi tidak berkah. Untuk mendapatkan keberkahan harta harus halal. Karena Allah tidak mungkin memberkahi harta yang haram. Dalam surat Al Maidah : 100 Allah menjelaskan bahwa tidak sama kwalitas harta haram dengan harta halal, sekalipun harta yang haram begitu menakjubkan banyaknya. Benar, harta haram tidak akan pernah sama dengan harta halal. Harta haram dalam ayat di atas, Allah sebut dengan istilah khabits. Kata khabits menunjukkan sesuatu yang menjijikkan, seperti kotoran atau bangkai yang busuk dan tidak pantas untuk dikonsumsi karena akan merusak tubuh: secara fisik maupun mental. Sementara harta halal disebut dengan istilah thayyib, artinya baik, menyenangkan dan sangat membantu kesehatan fisik dan mental jika dikonsumsi.

Harta haram apapun bentuknya: hasil mencuri, merampok, menipu, korupsi, illegal loging dan lain sebaginya, hanya akan menuntun pemiliknya untuk menjadi rakus dan kejam. Seorang yang terbiasa mengkonsumsi harta haram jiwanya akan meronta-ronta. Merasa tidak tenang, tanpa diketahui sebabnya. Kegelisahan demi kegelisahan akan terus menyeretnya ke lembah yang semakin jauh dari Allah. Lama kelamaan ia tidak merasa lagi berdosa dengan kemaksiatan. Berkata bohong menjadi akhlaknya. Ia merasa tidak enak kalau tidak berbuat keji. Karenanya tidak mungkin harta haram -sedikit apalagi banyak- mengandung keberkahan. Allah sangat membenci harta haram dan pelakunya. Seorang yang terbiasa menikmati harta haram doanya tidak akan Allah terima: Rasulullah SAW pernah menceritakan bahwa ada seorang musafir, rambutnya kusut, pakaiannya kumal, menadahkan tangannya ke langit, memohon: yaa rabbi yaa rabbi, sementara pakaian dan makanannya haram, mana mungkin doanya diterima (HR. Muslim)

Bukan hanya doanya yang ditolak, sedekahnya pun Allah tolak. Ibn Hibban meriwayatkan Rasulullah bersabda: “Orang yang mendapatkan hartanya dengan cara haram, lalu ia bersedekah dengannya, ia tidak akan mendapat pahala dan dosanya tetap harus ia tanggung”. Imam Adz Dzahaby menambahkan dalam riwayat lain: “Bahwa harta tersebut kelak akan dikumpulkan lalu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam”. Maka tidak ada jalan lain untuk meraih keberkahan kecuali hanya dengan merebut harta halal sekalipun sedikit dan nampak tidak berarti.

Ciri utama harta yang berkah adalah jika ia selalu membuat pemiliknya semakin dekat kepada Allah SWT:
a. Menambah ketakwaan

Katakanlah:”Tidak sama yang buruk (harta yang haram) dengan yang baik (harta halal), meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan” (QS.5:100).
Perhatikan dalam ayat ini, setelah Allah menegaskan pentingnya kwalitas harta halal, Ia lalu memerintahkan, untuk bertakwa, suatu indikasi bahwa tidak mungkin harta haram akan membantu mencapai ketakwaan.

b. Memberikan rasa aman

Dalam surat Ibrahim: 24-26, Allah mengumpamakan setiap kebaikan (kalimatun tayyibah) termasuk di dalamnya harta halal dengan sebuah pohon yang kokoh, akarnya menghujam ke bumi, cabangnya menjulang ke langit, memberikan buahnya setiap saat. Sebaliknya setiap keburukan (kalimatun khabitsah) termasuk harta haram, akan menjadi seperti pohon yang goyah, akarnya hanya melingkar dipermukaan bumi, tidak berbuah serta tidak memberikan rasa aman bagi siapa saja yang berteduh dibawahnya.

c. Mengantarkan kapada amal shaleh

Hai para rasul, makanlah yang baik-baik (halal), dan kerjakanlah amal yang saleh (QS, 23:51). Perhatikan hubungan harta halal dengan amal saleh.

d. Mendorong untuk bersyukur

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah. Di sini tergambar bahwa hanya harta halal yang bisa membuat seorang hamba padai bersyukur.
Wallahu a’lam bishshawab.

Oleh: Dr. Amir Faishol Fath
Sumber : wakafcenter.com