Archive:

Language: Bahasa Indonesia

Infaq Dari Hasil Warisan

Jose Rizal

Pertanyaan:

Ayah saya meninggal dengan meninggalkan sebuah rumah. Rumah tersebut akan dijual untuk dibelikan rumah kembali dan sebagian akan dibagikan sebagai warisan. Apakah diwajibkan untuk mengeluarkan infaq atas warisan tersebut. Bila ya, bagaimana cara menghitungnya?

Jawaban:

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil’Alamin. Wash-shalatu Was-Salamu ‘alaa Sayyidil Mursalin. Wa ba’d. Sebenarnya secara hukum Islam, harta peninggalan orang yang sudah mati harus dibagi sesuai dengan aturan syariat. Setelah diinventaris seluruh harta yang dimilikinya baik uang tunai, tanah, rumah, kendaraan, kapling, deposito dan seluruhnya, maka yang harus dilakukan adalah:

Membayarkan hutang-hutang almarhum kalau ada. 2. Menjalankan wasiat kalau memang almarhum semasa hidupnya pernah berwasiat untuk memberikan sejumlah harta tertentu. Namun jumlah nilai wasiat ini hanya boleh sampai batas maksimal yaitu 1/3 dari nilai total hartanya. 3. Bila hutang dan wasiat sudah ditunaikan, maka harta sisanya menjadi hak ahli waris. Dalam hal ini sudah ada ketentuan siapa saja yang menjadi ahli waris dan berapa besar bagian masing-masing.

Sedangkan berkaitan dengan masalah infaq yang harus dikeluarkan dari uang yang didapat dari hasil warisan, tidak ada aturan yang mewajibkannya. Kalau pun mau berinfaq, maka itu kembali kepada kesadaran masing-masing sebagai amal ibadah sunnah yang berlaku secara umum. Tidak ada ketentuan harus mengeluarkan sekian persen dari uang warisan yang diterima. Kalaupun ada anjuran untuk berinfaq, maka kepada keluarga/kerabat yang hadir dalam pembagian waris itu namun secara aturan warisan bukan termasuk yang mendapat JATAH warisan, entah karena memang tidak termasuk daftar ahli waris yang resmi, atau karena posisinya mahjub (terhalang) oleh adanya ahli waris lainnya. Selain itu infaq boleh diberikan kepada fakir miskin dan anak-anak yatim. Namun berapa besarnya dan bagaimana aturannya, tidak ada ketentuan yang baku. Jadi silahkan diatur secara musyawarah tentang tetek bengeknya.

dikutip dari : http://www.syariahonline.com/v2/warisan/1915-infaq-dari-hasil-warisan.html

Zakat Saham dan Obligasi Piutang

 

Semakin majunya zaman, modern dalam kehidupan akan modern pula dalam pekerjaan, seorang muslim kini akan bisa mengenal adanya sistem Saham ataupun Obligasi Piutang. Apa itu Saham? dan apa itu Obligasi Piutang? mungkin sudah banyak yang tahu tentang arti istilah tersebut. Tapi akan di coba dipaparkan lagi sebagai berikut.

Apa itu Saham? Saham adalah sertifikat keuangan yang merupakan bagian dari modal perusahan besar. Orang yang memiliki saham akan mendapatkan keuntungan yang bisa bertambah ataupun berkurang sesuai dengan kondisi perusahaan. Dan orang yang memegang saham berarti memiliki bagian dari perusahaan. Hukum asal memiliki saham adalah boleh, kecuali jika perusahaan terkait bergerak dibidang yang haram.

Apa itu Obliagasi Piutang? Obligasi Piutang adalah sertifikat pemberian peminjaman kepada perusaah atau lainnya. Obligasi Piutang  menghasilkan bunga tetap dan tertentu. Orang yang memegang Obligasi Piutang berarti orang yang memberi pinjaman. Disini Obligasi Piutang bersifat haram karena mengandung riba.

Zakat Saham dihukumi hukum komoditas dagang karena saham itu sama seperti sistem dagang milik seseorang, maka apabila nilai dari saham yang dia miliki mencapi nilai 85gr emas maka kadar zakatnya adalah 2,5%. Dan jika saham yang dia miliki berupa asset tetap, maka zakatnya diambil dari nilai keuntungan yang dihasilkan. Cara membayar zakat saham, apabila saham termasuk yang beredar (bukan zakat tetap) maka penghitungan zakat dihitung dari nilai saham dijumlahkan dengan keuntungan, dan dikeluarkan dari kadar zakat setiap tahunnya. Adapun zakat saham asset tetap, hanya dihitung berdasarkan keuntungan saja.

Obligasi Piutang, karena bunga yang dihasilkan merupakah haram, maka tidak boleh dizakati. Akan tetapi berusaha berlepas diri dari riba tersebut dengan menggunakannya sebagai sarana umum. Adapun nominal piutang yang dia miliki, maka dihukumi seperti piutang yang bisa diharapkan. Dikeluarkan zakat darinya saja sebesar 2,5% setiap tahunnya.

Dari sini semoga pembaca bisa paham, kewajiban bagi setiap muslim adalah meninggalkan semua transaksi dan muamalah yang diharamkan syariat ketika telah mengetahui keharamannya.

 

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak meninggalkan sisa riba, maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengembalian riba), maka bagimu pokok hartamu, kau tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

QS. Al-Baqarah : 278-279 

Cuplikan dari Ensiklopedia Mini Zakat oleh Dr Fakhruddin Al-Muhsin

Manajemen Pengelolaan Zakat [Part 1]

Oleh Bidang Penais Zawa Kanwil Kemenag di Yogyakarta

Dalam acara Pembinaan Pengurus Unit Pengumpul Zakat Angkat an II Se-DIY

Asrama Haji Sleman, 3 Desember 2013


 

 

A.     Ketentuan Umum

  1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
  2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam
  3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha diluar zakat untuk kemaslahatan umum
  4. Sedekah adalah harta atau non harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha diluar zakat untuk kemaslahatan umum
  5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat
  6. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat
  7. BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional
  8. LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan,pendistribusian dan pendayagunaan zakat
  9. UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat
  10. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam pengelolaan zakat sesuai dengan syariat Islam

 

B.      Azas Pengelolaan Zakat

  1. Syariat Islam
  2. Amanah
  3. Kemanfaatan
  4. Keadilan
  5. Kepastian hukum
  6. Terintegrasi, dan
  7. Akuntabilitas

 

C.      Tujuan Pengelolaan Zakat

  1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat
  2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejateraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan

 

D.     Macam-macam zakat

Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah

  1. Zakat Mal

Zakat mal merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha. Syarat dan tata cara perhitungan zakat mal dan fitrah dialaksanakan sesuai dengan syariat Islam. Zakat mal melipti:

a.      Emas, perak dan logam mulia lainnya

b.      Uang dan surat berharga lainnya

c.       Perniagaan

d.      Pertanian, perkebunan dan kehutanan

e.      Peternakan dan perikanan

f.        Pertambangan

g.      Perindustrian

h.      Pendapatan dan jasa

i.        Rikaz

 

  1. Zakat Fitrah

 Adalah zakat yang dibayarkan pada saat bulan ramadhan dengan besaran per orang sebanyak 2,5 Kg beras untuk takaran warga Negara Indonesia.

Fatwa Seputar Zakat Profesi

Zakat Gaji

Soal:
Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakat itu wajib ketika gaji diterima atau ketika sudah berlangsung haul (satu tahun)?

Jawab:
Bukanlah hal yang meragukan, bahwa di antara jenis harta yang wajib dizakati ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan di antara syarat wajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu, ialah bila sudah sempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang diperoleh dari gaji pegawai yang mencapai nishab, baik dari jumlah gaji itu sendiri ataupun dari hasil gabungan uangnya yang lain, sementara sudah memenuhi haul, maka wajib untuk dizakatkan.

Zakat Gaji ini tidak bisa diqiyaskan dengan zakat hasil bumi. Sebagai persyaratan haul (satu tahun) tentang wajibnya zakat bagi dua mata uang (emas dan perak) merupakan persyaratan yang jelas berdasarkan nash. Apabila sudah ada nash, maka tidak ada lagi qiyas.

Berdasarkan itu maka tidaklah wajib zakat bagi uang dari gaji pegawai sebelum memenuhi haul.

Lajnah Da’imah lil al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’

Ketua:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah

Wakil ketua Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah

Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani’

Soal:
Saya seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta dalam negeri. Gaji saya setiap bulan sebesar empat ribu riyal saudi. Termasuk uang sewa rumah sebesar seribu riyal Saudi. Apakah saya wajb mengeluarkan zakat harta? Jika wajib, berapakah jumlahnya? Perlu diketahui, bahwa tidak ada pemasukan sampingan bagi saya, kecuali gaji tersebut.

Jawab:
Apabila anda telah memiliki kecukupan atau kelebihan dari gaji bulanan Anda tersebut, maka wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai nishab. Yaitu sekitar empat ratus riyal Saudi. Hal itu jika jumlah nishab tersebut telah berlalu satu haul (satu tahun). Apabila anda menyisihkan sejumlah uang dari gaji bulanan untuk ditabung, maka yang terbaik dan paling selamat adalah Anda mengeluarkan zakat dari uang yang Anda tabung itu pada bulan tertentu setiap tahunnya. Jumlahnya adalah dua setengah persen dari harta yang dimiliki. Semoga Allah memberi taufik kepada kita. (Fatwa Syaikh Bin Jibrin).

Zakat dari Gaji yang Sering Terpakai

Soal:
Apabila seorang muslim menjadi pegawai atau pekerja yang mendapat gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai sumber penghasilan lain. Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan, kadang menghabiskan gaji bulanannya. Sedangkan pada beberapa bulan lainnya kadangmasih tersisa sedikit yang disimpan untuk keperluan mendadak (tak terduga). Bagaimanakah cara orang ini membayarkan zakatnya?

Jawab:
Seorang muslim yang dapat terkumpul padanya sejumlah uang dari gaji bulanannya ataupun dari sumber lain, bisa berzakat selama sudah memenuhi haul, bila uang yang terkumpul padanya mencapai nishab. Baik (jumlah nishab tersebut berasal) dari gaji itu sendiri ataupun ketika digabungkan dengan uang lain, atau dengan barang dagangan miliknya yang wajib dizakati.

Tetapi, apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yang terkumpul padanya memenuhi haul, dengan niat membayarkan zakatnya di muka, maka hal itu merupakan hal yang baik saja Insya Allah.

Lajnah Da’imah lil al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’

Ketua:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah

Wakil ketua Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah

Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Qu’ud

Zakat Harta dari Sumber yang Berbeda-Beda

Soal:
Bagaimana seorang muslim menzakati harta yang diperolehnya dari gaji, upah, hasil keuntungan dan harta pemberian? Apakah harta-harta itu digabungkan dengan harta-harta lain miliknya? Lalu ia mengeluarkan zakatnya pada saat masing-masing harta tersebut mencapai haul? Ataukah ia mengeluarkan zakatnya pada saat ia memperoleh harta itu jika telah mencapai nishab harta itu sendiri, atau jika digabung dengan harta lain miliknya, tanpa menggunakan syarat haul?

Jawab:
Dalam hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat. Menurut kami, yang rajih (kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta, maka tambahan harta itu digabun
gkan pada nishab yang sudah ada padanya (Maksudnya tidak setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya masing-masing, pent).

Apabila sudah memenuhi haul (satu tahun) dalam nishab tersebut, ia harus mengeluarkan zakat dari nishab yang ada beserta tambahan harta hasil gabungannya.

Tidak disyaratkan masing-masing harta tambahan yang digabungkan dengan harta pokok itu harus memenuhi haulnya sendiri-sendiri. Pendapat yang tidak seperti ini, mengandung kesulitan yang amat besar. Padahal di antara kaidah yang ada dalam Islam adalah:

“……Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan……” (Qs. al Hajj: 78)

Sebab, seseorang – terutama jika seseorang itu memiliki banyak harta atau pedagang – akan harus mencatat tambahan nishab setiap harinya, misalnya: hari ini datang kepadanya jumlah uang sekian. Dan itu dilakukan sambil menunggu hingga berputar satu tahun. Demikian seterusnya…, tentu hal itu akan sangat menyulitkan. (Fatwa Syaikh al Bani dari majalah as Shalah no. 5/15 Dzulhijjah 1413 dalam rubrik soal-jawab)

Soal:

1) Seorang pegawai, gaji bulanannya diberikan secara tidak tetap. Kadang pada bulan tertentu diberikan kurang dari semestinya, pada bulan lain lebih banyak. Sementara, gaji yang diterima pertama kali sudah mencapai haul  (satu tahun). Sedangkan sebagian gaji yang lain belum memenuhi haul (satu tahun). Dan ia tidak mengetahui jumlah gaji (pasti) yang diterimanya setiap bulan. Bagaimana cara ia menzakatkannya?

2) Seorang pegawai lain menerima gaji bulanannya setiap bulan. Pada setiap kali menerima gaji, ia simpan di lemarinya. Dia memenuhi kebutuhan belanja dan tuntutan rumah tangganya dari uang yang ada di lemari simpanannya ini setiap hari, atau pada waktu-waktu yang berdekatan, akan tetapi dengan jumlah yang tidak tetap, sesuai dengan kebutuhan. Bagaimana cara mengukur haul dari apa yang ada di lemari? Dan bagaimana pula cara mengeluarkan zakat dalam kasus ini? Padahal sebagaimana telah diterangkan di muka, proses pemenuhan gaji (yang kemudian disimpan sebagai persediaan harian), tidak semuanya sudah berjalan satu tahun?

Jawab:
Karena pertanyaan pertama dan kedua mempunyai satu pengertian dan juga ada kasus-kasus senada, maka Lajnah Da’imah (lembaga fatwa ulama di Saudi Arabia), memandang perlu memberikan jawaban secara menyeluruh, supaya faidahnya dapat merata.

Barangsiapa yang memiliki uang mencapai nishab (ukuran jumlah tertentu yang karenannya dikenai kewajiban zakat)., kemudian memiliki tambahannya berupa uang lain pada waktu yang berbeda-beda, dan uang tambahannya itu tidak berasal dari sumber uang pertama dan tidak pula berkembang dari uang pertama, tetapi merupakan uang dari penghasilan terpisah (seperti uang yang diterima oleh seorang pegawai dari gaji bulanannya, ditambah uang hasil warisan, hi ah atau hasil bayaran dari pekarangan umpamanya).

Apabila ia ingin teliti menghitung haknya dan ingin teliti untuk tidak membayarkan zakat kepada yang berhak kecuali menurut ukuran harta yang wajib dizakatkan, maka ia harus membuat daftar perhitungan khusus bagi tiap-tiap jumlah perolehan dari masing-masing bidang dengan menghitung masa haul(satu tahun), semenjak hari pertama memilikinya. Selanjutnya, ia keluarkan zakat dari setiap jumlah masing-masing, pada setiap kali mencapai haul (satu tahun) semenjak tanggal kepemilikian harta tersebut.

Namun, apabila ia ingin enak dan menempuh cara longgar serta lapang diri untuk lebih mengutamakan pihak fuqara dan golongan penerima zakat lainnya, ia keluarkan saja zakat dari seluruh gabungan uang yang dimilikinya, ketika sudah mencapai haul (satu tahun) dihitung sejak nishab pertama yang dicapai dari uang miliknya. Ini lebih besar pahalanya, lebih mengangkat kedudukannya, lebih memberikan rasa santainya dan lebih menjaga hak-hak fakir miskin serta seluruh golongan penerima zakat.

Sedangkan jika uang yang ia keluarkan berlebih dari jumlah (nishab), uang yang sudah sempurna haulnya, dihitung sebagai uang zakat yang dibayarkan di muka bagi uang yang belum mencapai haul.

Lajnah Da’imah li al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’

Wakil ketua Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah

Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani’

Zakat dari Harta yang disiapkan untuk Pernikahan (Suatu Keperluan)

Soal:
Saya adalah seorang pegawai di salah satu kantor pemerintahan (pegawai negeri). Setiap bulan saya menerima gaji sebesar empat ribu riyal. Dalam waktu kurang lebih satu tahun, saya telah mengumpulkan uang sebanyak tujuh belas ribu riyal. Saya simpan uang tersebut di sebuah bank syari’at. Pada bulan Syawal, uang itu akan saya gunakan untuk biaya pernikahan- Insya Allah. Bahkan, saya terpaksa meminjam uang berkali-kali lebih banyak dari jumlah tabungan saya itu untuk keperluan acara pernikahan. Pertanyaan saya, apakah uang tabungan saya sebesar tujuh belas ribu riyal itu harus dibayarkan zakatnya? Sebagaimana dimaklumi, uang tersebut telah berlalu satu haul. Jika wajib dikeluarkan, berapakah jumlahnya?

Jawab:
Anda wajib mengeluarkan zakat dari uang tabungan anda itu. Sebab telah berlalu satu haul atasnya. Sekalipun anda menyiapkan uang itu untuk biaya nikah, untuk membayar hutang ataupun untuk renovasi rumah dan keperluan lainnya. Berdasarkan dalil-dalil umum yang berkenaan zakat emas dan perak serta yang sejenis dengan keduanya. Jumlah yang wajib dikeluarkan ialah dua setengah persen. Yaitu dua puluh lima riyal untuk setiap seribu riyal. (Syaikh bin Baz)

Soal: 
Apakah uang tabungan dari gaji bulanan wajib dikeluarkan zakatnya? Sementara sudah sempurna satu haul atasnya. Perlu juga diketahui, bahwa uang tersebut tidak dibungakan dan akan digunakan untuk nafkah keluarga. Apakah wajib dikeluarkan zakatnya?

Jawab:
Benar, wajib dikeluarkan zakatnya jika telah sempurna satu haul. Sebab setiap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak disyaratkan harus diniatkan untuk perniagaan. Oleh sebab itu pula, buah-buahan dan biji-bijian wajib dikeluarkan zakatnya, meskipun tidak dipersiapkan untuk diperdagangnkan. Hingga sekiranya seseorang memiliki beberapa pohon kurma di rumahnya untuk dikonsumsi sendiri dan hasil buahnya telah mencapai nishab, tetap wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian pula halnya, hasil pertanian dan lainnya yang wajib dibayarkan zakatnya. Begitu pula binatang ternak yang digembalakn di tempat-tempat penggembalaan, wajib dibayarkan zakatnya meskipun si pemilik tidak mempersiapkannya untuk diperjualbelikan.

Hasil tabungan dari gaji bulanan yang dipersiapkan untuuk nafkah juga wajib dikeluarkan zakatnya, bila telah mencukupi satu haul dan mencapai nishab.

Namun dalam hal ini, ada permasalahan rumit bagi kebanyakan orang. Uang yang mereka terima dari gaji bulanan atau dari penyewaan rumah atau toko yang harganya naik setiap bulan atau sejenisnya, disimpan dalam tabungan atau di bank. Kadang kala ia memasukkan uang dan kadangkala mengambilnya, sehingga sulit baginya menentukan manakah yang telah berlalu satu haul dari uang tabungannya itu.

Dalam kondisi demikian – menurut pendapat kami – bila sepanjang satu tahun tersebut uang tabungannya tidak kurang dari jumlah nishab, maka yang terbaik baginya ialah menghitung haul mulai dari awal jumlah uang tabungannya mencapai nishab. Kemudian mengeluarkan zakatnya bila telah genap satu haul.

Dengan demikian, ia telah mengeluarkan zakat uang tabungannya, baik yang sudah genap satu haul maupun yang belum. Dalam kondisi ini, uang tabungan yang belum genap satu haul, terhitung telah didahulukan zakatnya. Mendahulukan pembayaran zakat tentunya dibolehkan. Cara seperti ini tentu lebih mudah daripada setiap bulan menghitung haul uang tabungan. (Syaikh Ibn Utsaimin)

***

Dipublikasikan ulang oleh www.muslim.or.id

True Story: Mu’allaf KKN PPM

One peace story of our Rumah Zis UGM, semoga semakin banyak saudara kita bisa kita bantu

Sekitar Bulan Desember 2012, kami menjadi mitra tim KKN – PPM yang di inisiasi oleh salah satu staf. Dan alhamdulillah, pada Bulan Juli – Agustus 2013 terlaksana kegiatan tersebut. Sebagai mitra, kami berusaha membantu dalam hal pendanaan dan rencana program kerja. Tapi kali ini kami tidak ingin banyak membahas tentang KKN – PPM 2013 tersebut. Untuk informasi, Lokasi KKN bertempat di Desa Sendangmulyo, terbagi menjadi tiga sub unit yaitu Dusun Slarongan, Dusun Mergan, dan Dusun Kwayuhan.

Sabtu (25/01) sekitar pukull 4 pagi, dapat kabar kalau ada mualaf di lokasi KKN tersebut, tepatnya dari Bapak Suhar, di sub unit Dusun Slarongan. Bertepatan di sub unit ini mayoriyas non muslim (90%), sisanya (10%) baru yang muslim. Kemudian kami melakukan investigasi. Ternyata benar, ada kakak beradik yang memutuskan kembali ke agama fitrahnya.

Kedua mualaf tersebut adalah: Rico Novendi Triaji, kelas empat SD dan Reiski Reicardo Febrianto, kelas satu SMP. Mereka masuk islam pd Hari Selasa (21/01). Mereka terlahir dari keluarga non muslim. Bapaknya dulunya Muslim, kemudian saat menikah pindah agama.ย Kemudian kami meminta staf untuk ke lokasi, dalam rangka menyalurkan apa yang menjadi hak mereka sebagai mualaf. Maka pada hari Ahad (26/01), staf yang ditugaskan meluncur ke lokasi. Berikut penuturan staf yang sedang bertugas:

“Saya sampai di rumahnya lima menit menjelang adzan magrib, karena rumahnya kondisi gelap, maka sy balik lagi untuk sholat magrib di mushola terdekat. Sekitar setengah tujuh dapat kabar bahwa tuan rumah sudah pulang, kemudian saya bergegas ke sana selepas sholat isyak. Kondisi rumah masih gelap, dan ternyata memang belum punya saluran listrik, hati saya sedikit mengulas masa dulu, dn hari ini masih ada yang belum punya saluran listrik. Hasil investigasi, bapak dari kedua anak ini bekerja sebagai pengumpul barang bekas, dan istrinya sebagai juru masak di salah satu rumah sakit milik non – muslim. Baiklah, hati saya makin bergejolak.”

“Riki kalau belajar bagaimana?” tanya ku setelah kami masuk kepada mualaf yang bernama lengkap Reiski Reicardo Febrianto.

“Ya ini mas, pakai lampu gas” jawabnya lugas

Saya makin bergejolak, soalnya sy pernah mengalami masa yang beginian. Dan ternyata, lampu gas yang dipakai di ruangan tersebut, di ruang tamu yang cukup sempit tersebut, adalah lampu yang baru disiapkan tepat sebelum saya datang, karena tuan rumah rupanya sudah dapat kabar akan kedatangan saya. Terlepas dari itu semua, Perkembangan pesat dialami oleh Rico dan Riki dalam mengenal islam. Rico dan Riki sudah bisa wudhu dn rajin sholat serta mengaji. Rico sudah iqra’ satu, halaman 23 kalau gak salah, sedangkan Riki Sudah iqra dua, halaman 3 kalau gak salah. Do’aku selepas mengimami sholat magrib dn isyak di mushola terdekat sana,

“Ya Allah, istiqomahkan dan sholihkan Rico dan Riki, berikan hidayah kepada kami semua juga ya Allah”
Aamiin.

Begitu informasi yang disampaikan oleh staf yang bertugas. Dan untuk informasi, kami menyalurkan sembako untuk orang tuanya. serta sarung dan baju koko untuk Riki dan Rico serta uang saku.
Semoga Allah menajadikan kita semua sebagai orang yang mendapatkan petunjuk.

Tanya Jawab Masalah Zakat

Pertanyaan:

Assalamuโ€™alaikum Ustadz, nama saya Iwan, mohon izin bertanya, bapak saya alhamdulillah memiliki sawah yang setiap panen menghasilkan padi sekitar 5 ton. Sawah tersebut diberi obat dan pupuk, tandur, traktor dibiayai sendiri, airnya dari irigasi.

1. Bagaimana perhitungan zakatnya?

2. Apakah padi tersebut termasuk zakat tanaman dan buah-buahan atau diqiyaskan ke zakat emas dan perak?

3. Apakah bisa menitipkan zakat ke seseorang/saudara, untuk disampaikan ke fakir miskin?

4. Apakah ada akadnya ketika memberikan zakat kepada fakir miskin?

5. Apa pengertian zakat uang kertas/tabungan di Bank, saya belum paham?

Ustadz mohon dibalas, jazakallahu khoiron.

 

Jawaban:

Waโ€™alaikumussalam

1. Bagaimana perhitungan zakatnya?

Zakat padi yang dihitung adalah berasnya, yaitu jika panen mencapai 909 liter beras (kira-kira 750 kg beras). Nah, kalau dapat 5 ton (seperti yang Anda sebutkan), maka panen Anda sudah wajib dizakati. Kalau diairi dari irigasi, yang dikeluarkan 10% nya dalam bentuk beras (Anda bisa bertanya ke orang ahli, kira-kira kalau 5 ton gabah bisa dapat berapa ton beras, dari jumlah ton beras inilah Anda keluarkan 10% nya). Adapun segala biaya yang Anda keluarkan untuk pupuk, obat, upah tanah atau penggilingan padi. itu menjadi tanggungan Anda (kalau memang biayanya bukan berupa utang) tidak dipotong dari hasil panen.

2. Apakah padi tsb termasuk zakat tanaman dan buah-buahan atau diqiyaskan ke zakat emas dan perak?

Padi termasuk zakat tanaman, ada ketentuan dan syaratnya sendiri, beda dengan zakat emas dan perak.

3. Apakah bisa menitipkan zakat ke seseorang/saudara, untuk disampaikan ke fakir miskin?

Bisa, asalkan orang yang dititipi tersebut amanah, tidak mengambil sedikit pun dari zakat yang hendak disalurkan tersebut.

4. Apakah ada akadnya ketika memberikan zakat kepada fakir miskin?

Tidak ada akad khusus. Anda boleh memberikan zakat dengan mengatakan pada mereka, ini adalah zakat harta saya. Boleh juga Anda tidak mengatakan apa-apa ketika memberikannya, yang penting Anda berniat harta tersebut adalah ditujukan untuk zakat wajib, bukan sedekah sunah biasa.

5. Apa pengertian zakat uang kertas/tabungan di Bank, saya belum paham?

Maksudnya, bila Anda punya tabungan di bank atau dimana saja dan nominalnya sudah mencapai nishob (seharga 85 gr emas murni, tanyakan saja ke toko emas berapa harganya, atau cari di internet berapa harga emas murni, karena bisa berubah-ubah) dan nishob tersebut sudah berjalan selama 1 thn hijriah penuh, maka Anda wajib menzakati tabungan tersebut sebesar 2,5 % dari total tabungan Anda. Begitu juga untuk tahun-tahun berikutnya selama nominal tabungan Anda masih mencapai nishob.

Wallahu aโ€™lam

Dijawab oleh Ustadz Muhammad Yasir, Lc. (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com


Pertanyaan: Zakat Profesi Ketika Suami Isteri Bekerja

Assalamu’alaikum wr. wb Ustadz yang dirahmati Allah, saya Ahmad Sarwat, lc, langsung saja ana sampaikan beberapa pertanyaan berkaitan tentang zakat profesi:

1. Bila suami dan isteri sama-sama bekerja, apakah suami saja yang berkewajiban membayar zakat profesi atau dua-duanya?

2. Prosentase zakat yang dikeluarkan apakah dari seluruh penghasilan yang kita dapat atau dari gaji pokok saja?

3. Prosentase dihitung dari penghasilan kita utuh atau setelah dikurangi kebutuhan misal bayar cicilan/utang dan kebutuhan yang lain.?

Mohon penjelasan ustadz, Jazakumullah khoiron katsiro, Wassalamu’alaikum wr. wb.

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

1. Setiap orang yang bekerja mendapatkan peghasilan, maka menurut para ulama yang mendukung adanya zakat profesi, wajib untuk mengeluarkan zakat profesinya. Sehingga meski suami isteri adalah satu kesatuan, namun karena masing-masing bekerja, maka masing-masing terkena kewajiban mengeluarkan zakat profesi. Prinsipnya, siapa yang mendapatkan pemasukan, maka dia wajib mengeluarkan sebagian harta dari apa yang didapatnya.

2. Prosentasi zakat profesi adalah 2,5% dari gaji atau pemasukan. Bentuknya bisa berbentuk gaji, upah, honor, insentif, mukafaah, persen dan sebagainya. Baik sifatnya tetap dan rutin atau bersifat temporal atau sesekali. Memang ada perbedaan pandangan para ulama, namun bukan pada masalah gaji pokok dan bonusnya, melainkan pada masalah penghasilan kotor atau penghasilan bersih. Apakah berdasarkan pemasukan kotor ataukah setelah dipotong dengan kebutuhan pokok?

Dalam hal ini ada dua kutub pendapat. Sebagian mendukung tentang pengeluaran dari pemasukan kotor dan sebagian lagi mendukung pengeluaran dari pemasukan yang sudah bersih dipotong dengan segala hajat dasar kebutuhan hidup. Dalam kitab Fiqih Zakat, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menyebutkan bahwa untuk mereka yang berpenghasilan tinggi dan terpenuhi kebutuhannya serta memang memiliki uang berlebih, lebih bijaksana bila membayar zakat dari penghasilan kotor sebelum dikurangi dengan kebutuhan pokok. Misalnya seseorang bergaji 200 juta setahun, sedangkan kebutuhan pokok anda perbulannya sekitar 2 juta atau setahun 24 juta. Maka ketika menghitung pengeluaran zakat, hendaknya dari penghasilan kotor itu dikalikan 2,5%.

Namun masih menurut Al-Qaradhawi, bila anda termasuk orang yang bergaji pas-pasan bahkan kurang memenuhi standar kehidupan, kalaupun anda diwajibkan zakat, maka penghitungannya diambil dari penghasilan bersih setelah dikurangi hutang dan kebutuhan pokok lainnya. Bila sisa penghasilan anda itu jumlahnya mencapai nisab dalam setahun (Rp 1.300.000,-), barulah anda wajib mengeluarkan zakat sebesr 2,5% dari penghasilan bersih itu.

Nampaknya jalan tengah yang diambil Al-Qaradhawi ini lumayan bijaksana, karena tidak memberatkan semua pihak. Dan masing-masing akan merasakan keadilan dalam syariat Islam. Yang penghasilan pas-pasan, membayar zakatnya tidak terlalu besr. Dan yang penghasilannya besar, wajar bila membayar zakat lebih besar, toh semuanya akan kembali.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Syarat Wajib dan Cara Mengeluarkan Zakat Maal

Berbagai pertanyaan masuk ke meja redaksi muslim.or.id, berkaitan dengan zakat mal. Untuk melengkapi dan menyempurnakan pemahaman tentang zakat tersebut, maka berikut ini kami ringkas satu tulisan ustadz Kholid Syamhudi dari majalah As Sunnah edisi 06 tahun VII/2003M.

Syarat seseorang wajib mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:

1.     Islam

2.     Merdeka

3.     Berakal dan baligh

4.     Memiliki nishab

Makna nishab di sini adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah,

“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Qs. Al Baqarah: 219)

Makna al afwu (dalam ayat tersebut-red), adalah harta yang telah melebihi kebutuhan. Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang.

Syarat-syarat nishab adalah sebagai berikut:

1. Harta tersebut di luar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian.

2. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab dengan dalil hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun).” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al AlBani)

Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan. Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil ketika panen. Demikian juga zakat harta karun (rikaz) yang diambil ketika menemukannya.

Misalnya, jika seorang muslim memiliki 35 ekor kambing, maka ia tidak diwajibkan zakat karena nishab bagi kambing itu 40 ekor. Kemudian jika kambing-kambing tersebut berkembang biak sehingga mencapai 40 ekor, maka kita mulai menghitung satu tahun setelah sempurna nishab tersebut.

Nishab, Ukuran dan Cara Mengeluarkan Zakatnya

1. Nishab emas

Nishab emas sebanyak 20 dinar. Dinar yang dimaksud adalah dinar Islam.
1 dinar = 4,25 gr emas
Jadi, 20 dinar = 85gr emas murni.

Dalil nishab ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat padanya zakat ½ dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada zakat pada harta, kecuali setelah satu haul.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi)

Dari nishab tersebut, diambil 2,5% atau 1/40. Dan jika lebih dari nishab dan belum sampai pada ukuran kelipatannya, maka diambil dan diikutkan dengan nishab awal. Demikian menurut pendapat yang pali
ng kuat.

Contoh:
Seseorang memiliki 87 gr emas yang disimpan. Maka, jika telah sampai haulnya, wajib atasnya untuk mengeluarkan zakatnya, yaitu 1/40 x 87gr = 2,175 gr atau uang seharga tersebut.

2. Nishab perak

Nishab perak adalah 200 dirham. Setara dengan 595 gr, sebagaimana hitungan Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumti’ 6/104 dan diambil darinya 2,5% dengan perhitungan sama dengan emas.

3. Nishab binatang ternak

Syarat wajib zakat binatang ternak sama dengan di atas, ditambah satu syarat lagi, yaitu binatanngya lebih sering digembalakan di padang rumput yang mubah daripada dicarikan makanan.

“Dan dalam zakat kambing yang digembalakan di luar, kalau sampai 40 ekor sampai 120 ekor…” (HR. Bukhari)

Sedangkan ukuran nishab dan yang dikeluarkan zakatnya adalah sebagai berikut:

a. Onta
Nishab onta adalah 5 ekor.
Dengan pertimbangan di negara kita tidak ada yang memiliki ternak onta, maka nishab onta tidak kami jabarkan secara rinci -red.

b. Sapi
Nishab sapi adalah 30 ekor. Apabila kurang dari 30 ekor, maka tidak ada zakatnya.

Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

Jumlah Sapi

Jumlah yang dikeluarkan

30-39 ekor

1 ekor tabi’ atau tabi’ah

40-59 ekor

1 ekor musinah

60 ekor

2 ekor tabi’ atau 2 ekor tabi’ah

70 ekor

1 ekor tabi dan 1 ekor musinnah

80 ekor

2 ekor musinnah

90 ekor

3 ekor tabi’

100 ekor

2 ekor tabi’ dan 1 ekor musinnah

Keterangan:

1.     Tabi’ dan tabi’ah adalah sapi jantan dan betina yang berusia setahun.

2.     Musinnah adalah sapi betina yang berusia 2 tahun.

3.     Setiap 30 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor tabi’ dan setiap 40 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor musinnah.

c. Kambing

Nishab kambing adalah 40 ekor. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Jumlah Kambing

Jumlah yang dikeluarkan

40 ekor

1 ekor kambing

120 ekor

2 ekor kambing

201 – 300 ekor

3 ekor kambing

> 300 ekor

setiap 100, 1 ekor kambing

4. Nishab hasil pertanian

Zakat hasil pertanian dan buah-buahan disyari’atkan dalam Islam dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-An’am: 141)

Adapun nishabnya ialah 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Zakat itu tidak ada yang kurang dari 5 wasaq.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Satu wasaq setara dengan 60 sha’ (menurut kesepakatan ulama, silakan lihat penjelasan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 3/364). Sedangkan 1 sha’ setara dengan 2,175 kg atau 3 kg. Demikian menurut takaaran Lajnah Daimah li Al Fatwa wa Al Buhuts Al Islamiyah (Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Islam Saudi Arabia). Berdasarkan fatwa dan ketentuan resmi yang berlaku di Saudi Arabia, maka nishab zakat hasil pertanian adalah 300 sha’ x 3 kg = 900 kg. Adapun ukuran yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan cara pengairan (atau menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak 1/20 (5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan), maka zakatnya sebanyak 1/10 (10%). Ini berdasarkan sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Pada yang disirami oleh sungai dan hujan, maka sepersepuluh (1/10); dan yang disirami dengan pengairan (irigasi), maka seperduapuluh (1/20).” (HR. Muslim 2/673)

Misalnya: Seorang petani berhasil menuai hasil panennya sebanyak 1000 kg. Maka ukuran zakat yang dikeluarkan bila dengan pengairan (alat siram tanaman) adalah 1000 x 1/20 = 50 kg. Bila tadah hujan, sebanyak 1000 x 1/10 = 100 kg

5. Nishab barang dagangan

Pensyariatan zakat barang dagangan masih diperselisihkan para ulama. Menurut pendapat yang mewajibkan zakat perdagangan, nishab dan ukuran zakatnya sama dengan nishab dan ukuran zakat emas.

Adapun syarat-syarat mengeluarkan zakat perdagangan sama dengan syarat-syarat yang ada pada zakat yang lain, dan ditambah dengan 3 syarat lainnya:

1) Memilikinya dengan tidak dipaksa, seperti dengan membeli, menerima hadiah, dan yang sejenisnya.
2) Memilikinya dengan niat untuk perdagangan.
3) Nilainya telah sampai nishab.

Seorang pedagang harus menghitung jumlah nilai barang dagangan dengan harga asli (beli), lalu digabungkan dengan keuntungan bersih setelah dipotong hutang.

Misalnya: Seorang pedagang menjumlah barang dagangannya pada akhir tahun dengan jumlah total sebesar Rp. 200.000.000 dan laba bersih sebesar Rp. 50.000.000. Sementara itu, ia memiliki hutang sebanyak Rp. 100.000.000. Maka perhitungannya sebagai berikut:

Modal – Hutang:

Rp. 200.000.000 – Rp. 100.000.000 = Rp. 100.000.000

Jadi jumlah harta zakat adalah:

Rp. 100.000.000 + Rp. 50.000.000 = Rp. 150.000.000

Zakat yang harus dibayarkan:

Rp. 150.000.000 x 2,5 % = Rp. 3.750.000

6. Nishab harta karun

Harta karun yang ditemukan, wajib dizakati secara langsung tanpa mensyaratkan nishab dan haul, berdasarkan keumuman sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Dalam harta temuan terdapat seperlima (1/5) zakatnya.” (HR. Muttafaqun alaihi)

Cara Menghitung Nishab

Dalam menghitung nishab terjadi perbedaan pendapat. Yaitu pada masalah, apakah yang dilihat nishab selama setahun ataukah hanya dilihat pada awal dan akhir tahun saja?

Imam Nawawi berkata, “Menurut mazhab kami (Syafi’i), mazhab Malik, Ahmad, dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya – dan (dalam mengeluarkan zakatnya) berpedoman pada hitungan haul, seperti: emas, perak, dan binatang ternak- keberadaan nishab pada semua haul (selama setahun). Sehingga, kalau nishab tersebut berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputuslah hitungan haul. Dan kalau sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungannya lagi, ketika sempurna nishab tersebut.” (Dinukil dari Sayyid Sabiq dari ucapannya dalam Fiqh as-Sunnah 1/468). Inilah pendapat yang rajih (paling kuat -ed) insya Allah. Misalnya nishab tercapai pada bulan Muharram 1423 H, lalu bulan Rajab pada tahun itu ternyata hartanya berkurang dari nishabnya. Maka terhapuslah perhitungan nishabnya. Kemudian pada bulan Ramadhan (pada tahun itu juga) hartanya bertambah hingga mencapai nishab, maka dimulai lagi perhitungan pertama dari bulan Ramadhan tersebut. Demikian seterusnya sampai mencapai satu tahun sempurna, lalu dikeluarkannya zakatnya. Demikian tulisan singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat.

***

Diringkas dari tulisan: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Dipublikasikan ulang oleh www.muslim.or.id

 

 

 

Hukum Membayar Zakat Melalui Transfer Bank

Assalamualaikum pak ustaz Yusuf Mansur, kalau menyalurkan zakat fitrah melalui transfer ATM, bisa tidak?
ย 
Wassalamualaikumย 
ย 
Jawaban:
ย 
Biasanya, rekening itu didesain secara khusus hanya untuk menerima harta zakat. Dibedakan dengan rekening untuk infak lainnya seperti untuk anak yatim, atau pembangunan masjid.
ย 
Maka orang yang memanfaatkan transfer langsung lewat ATM atau bank, biasanya sudah tahu dengan pasti, berapa besar kewajiban zakat yang wajib dikeluarkan. Dia juga sudah tahu dengan tepat bahwa rekening itu memang untuk menyalurkan harta zakat. Walhasil, tidak ada yang salah dengan sistem ini. Sebab pihak lembaga juga sejak awal sudah mensosialisasikan dengan cermat bahwa nomor rekening tersebut memang semata-mata untuk pengaluran harta zakat. Bukan untuk sedekah atau infaq lainnya.
ย 
Adapun ijab kabul dengan muka ketemu muka, memang sudah tidak dibutuhkan lagi. Sebab sistem ini sudah bisa menggantikan fungsi tersebut. Bahkan dalam jual beli yang sangat memperhatikan masalah ijab kabul, tetap bisa dilakukan secara online atau by phone. Apalagi dalam masalah setoran uang zakat, tentu lebih mudah lagi.
ย 
Dalilnya hadits Rasulullah : ‘ Yassiru wa laa tu’assiru artinya permudahlah dan jangan mempersulit. Jika transaksi zakat melalui atm, transfer dan sebagianya menjadi jalan kemudahan berzakat dan jelas rekening dan lembaganya maka boleh.
ย 
[bai]http://www.merdeka.com/ramadan/hukum-membayar-zakat-melalui-transfer-bank.html

Bandingan Nikmat Dunia dan Akhirat

Nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam banyak menyebutkan kenikmatan dan keutamaan akhirat yang sangat besar dibandingkan kesenangan di dunia ini. Di antaranya adalah hadits di bawah ini:

ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุจู’ู†ู ู…ูŽุณู’ุนููˆุฏู ู‚ูŽุงู„ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุตูŽู„ูŽู‘ู‰ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ูŽู‘ู…ูŽ ุฅูู†ูู‘ูŠ ูŽู„ุฃูŽ ุนู’ู„ูŽู…ู ุขุฎูุฑูŽ ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ู†ูŽู‘ุงุฑู ุฎูุฑููˆุฌู‹ุง ู…ูู†ู’ู‡ูŽุง ูˆูŽุขุฎูุฑูŽ ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ู’ุฌูŽู†ูŽู‘ุฉู ุฏูุฎููˆู„ุงู‹ ุงู„ู’ุฌูŽู†ูŽู‘ุฉูŽ ุฑูŽุฌูู„ูŒ ูŠูŽุฎู’ุฑูุฌู ู…ูู†ู’ ุงู„ู†ูŽู‘ุงุฑู ุญูŽุจู’ูˆู‹ุง ููŽูŠูŽู‚ููˆู„ู ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุชูŽุจูŽุงุฑูŽูƒูŽ ูˆูŽุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰ ู„ูŽู‡ู ุงุฐู’ู‡ูŽุจู’ ููŽุงุฏู’ุฎูู„ู’ ุงู„ู’ุฌูŽู†ูŽู‘ุฉูŽ ููŽูŠูŽุฃู’ุชููŠู‡ูŽุง ููŽูŠูุฎูŽูŠูŽู‘ู„ู ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู ุฃูŽู†ูŽู‘ู‡ูŽุง ู…ูŽู„ู’ุฃูŽู‰ ููŽูŠูŽุฑู’ุฌูุนู ููŽูŠูŽู‚ููˆู„ู ูŠูŽุง ุฑูŽุจูู‘ ูˆูŽุฌูŽุฏู’ุชูู‡ูŽุง ู…ูŽู„ู’ุฃูŽู‰ ููŽูŠูŽู‚ููˆู„ู ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุชูŽุจูŽุงุฑูŽูƒูŽ ูˆูŽุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰ ู„ูŽู‡ู ุงุฐู’ู‡ูŽุจู’ ููŽุงุฏู’ุฎูู„ู’ ุงู„ู’ุฌูŽู†ูŽู‘ุฉูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ููŽูŠูŽุฃู’ุชููŠู‡ูŽุง ููŽูŠูุฎูŽูŠูŽู‘ู„ู ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู ุฃูŽู†ูŽู‘ู‡ูŽุง ู…ูŽู„ู’ุฃูŽู‰ ููŽูŠูŽุฑู’ุฌูุนู ููŽูŠูŽู‚ููˆู„ู ูŠูŽุง ุฑูŽุจูู‘ ูˆูŽุฌูŽุฏู’ุชูู‡ูŽุง ู…ูŽู„ู’ุฃูŽู‰ ููŽูŠูŽู‚ููˆู„ู ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ู„ูŽู‡ู ุงุฐู’ู‡ูŽุจู’ ููŽุงุฏู’ุฎูู„ู’ ุงู„ู’ุฌูŽู†ูŽู‘ุฉูŽ ููŽุฅูู†ูŽู‘ ู„ูŽูƒูŽ ู…ูุซู’ู„ูŽ ุงู„ุฏูู‘ู†ู’ูŠูŽุง ูˆูŽุนูŽุดูŽุฑูŽุฉูŽ ุฃูŽู…ู’ุซูŽุงู„ูู‡ูŽุง ุฃูŽูˆู’ ุฅูู†ูŽู‘ ู„ูŽูƒูŽ ุนูŽุดูŽุฑูŽุฉูŽ ุฃูŽู…ู’ุซูŽุงู„ู ุงู„ุฏูู‘ู†ู’ูŠูŽุง ู‚ูŽุงู„ูŽ ููŽูŠูŽู‚ููˆู„ู ุฃูŽุชูŽุณู’ุฎูŽุฑูุจููŠ ุฃูŽูˆู’ ุฃูŽุชูŽุถู’ุญูŽูƒู ุจููŠ ูˆูŽุฃูŽู†ู’ุชูŽ ุงู„ู’ู…ูŽู„ููƒู ู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูŽู‚ูŽุฏู’ ุฑูŽุฃูŽูŠู’ุชู ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุตูŽู„ูŽู‘ู‰ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ูŽู‘ู…ูŽ ุถูŽุญููƒูŽ ุญูŽุชูŽู‘ู‰ ุจูŽุฏูŽุชู’ ู†ูŽูˆูŽุงุฌูุฐูู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ููŽูƒูŽุงู†ูŽ ูŠูู‚ูŽุงู„ู ุฐูŽุงูƒูŽ ุฃูŽุฏู’ู†ูŽู‰ ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ู’ุฌูŽู†ูŽู‘ุฉู ู…ูŽู†ู’ุฒูู„ูŽุฉู‹

Dari `Abdullรขh bin Masโ€™รปdย radhiallahu โ€˜anhu, dia berkata, โ€œRasulullรขhย shallallahu โ€˜alaihi wa sallamย bersabda, โ€˜Aku benar-benar mengetahui seorang penduduk neraka yang paling akhir keluar darinya dan seorang penduduk surga yang paling akhir masuk ke dalam surga. Yaitu seorang laki-laki yang keluar dari neraka dengan keadaan merangkak, lalu Allah berkata kepadanya, โ€˜Pergilah, masuklah ke dalam surga!โ€™

Nabiย shallallahu โ€˜alaihi wa sallamย bersabda, โ€˜Lalu dia mendatangi surga, namun dikhayalkan kepadanya bahwa surga telah penuh. Maka, dia kembali lalu berkata, โ€˜Wahaiย Rabb-ku, aku mendapati surga telah penuh.โ€™

Allah Subhanahu wa Taโ€™ala berkata kepadanya, โ€˜Pergilah, masuklah ke dalam surga!’

Nabiย shallallahu โ€˜alaihi wa sallamย bersabda, โ€˜Lalu dia mendatangi surga, namun dikhayalkan kepadanya bahwaย surgaย telah penuh. Maka, dia kembali lalu berkata, โ€˜Wahaiย Rabb-ku, aku mendapati surga telah penuh.โ€™

Allahย Subhanahu wa Taโ€™alaย berkata lagi kepadanya, โ€˜Pergilah, masuklah ke dalam surga! Sesungguhnya engkau memiliki semisal dunia dan sepuluh kalinya, atau engkau memiliki sepuluh kali dunia.โ€™

Nabiย shallallahu โ€˜alaihi wa sallamย bersabda, โ€˜Laki-laki itu berkata, โ€˜Apakah Engkau memperolok-olok aku (atau Engkau menertawakan aku), padahal Engkau adalah Raja?โ€™

Abdullรขh bin Masโ€™รปd radhiallahu โ€˜anhu berkata, โ€˜Aku melihat Rasulullรขh shallallahu โ€˜alaihi wa sallam tertawa sampai nampak gigi gerahamnya.โ€™ Dan dikatakan bahwa orang itu adalah penduduk surga yang paling rendah derajatnya.”

H.R. Muslim, no. 308/186

Penulis:ย Ustadz Abu Ismaโ€™il Muslim Atsari

Artikelย www.muslim.or.id

Ikhlas Berkurban, Ikhlas Membayar Pajak

REPUBLIKA.CO.ID, Hari Raya Idhul Adha baru saja berlalu. Idhul Adha biasa juga disebut sebagai Hari Raya Kurban, karena di saat itu umat Islam menjalankan salah satu perintahNya untuk melakukan penyembelihan hewan kurban. Kurban sendiri berawal dari perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim AS untuk membuktikan ketakwaannya dengan menyembelih Nabi Ismail AS, putra yang telah lama ditunggu-tunggu kelahirannya. Ibrahim berhasil membuktikan ketakwaannya dan Allah pun mengganti Ismail dengan seekor domba. Luluslah Ibrahim AS dan Ismail AS dari ujian-Nya.

Berawal dari peristiwa itulah, umat Islam disunahkan untuk melakukan kurban. Mungkin bagi sebagian kalangan ibadah kurban dianggap memberatkan, karena mereka harus menyiapkan dana yang cukup besar untuk dapat membeli hewan kurban. Namun dengan keikhlasan, bahkan banyak orang tergolong tidak mampu, berlomba-lomba menabung sehingga pada saat Idhul Adha mereka dapat ikut melaksanakan ibadah kurban.

Banyak dimensi dari kurban yang dapat kita petik hikmahnya selain dimensi keikhlasan, dimensi sosial salah satunya. Dari sisi sosial, ibadah kurban bukan hanya sekedar proses menyembelih hewan kurban dan membagikannya kepada yang berhak saja, ย lebih dari itu, ibadah kurban dapat mempererat silaturahmi antara golongan mampu, yang berkurban, dengan mereka yang tidak mampu, mereka yang menerima kurban.

Sebagaimana kurban, yang merupakan perintah dan ibadah kepada Allah, ย membayar pajak pun sesungguhnya juga merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Keduanya sama-sama memberikan manfaat kepada masyarakat terutama mereka yang miskin. Bahkan dapat dikatakan dalam banyak hal pajak merupakan bentuk aktualisasi strategis dari perintah Allah untuk melakukan sedekah, zakat, maupun kurban. Membayar pajak pun membutuhkan keikhlasan dalam melakukannya, sehingga tak lagi dirasa berat.

Setelah uang pajak terkumpul, negara akan memanfaatkan uang pajak untuk membiayai pembangunan, Dengan semakin banyak rakyat yang membayar pajak dengan benar, semakin banyak uang yang dimanfaatkan untuk pembangunan.

Selain sebagai sumber pendapatan negara, pajak juga berfungsi untuk mewujudkan keadilan sosial, yaitu dengan cara melakukan distribusi kesejahteraan. Hal ini dilaksanakan dengan menerapkan tarif pajak secara progresif, yaitu mengenakan pajak dengan tarif lebih tinggi bagi masyarakat yang berpenghasilan besar dan membebaskan pajak bagi yang kurang mampu.

Setelah sadar bahwa pajak juga merupakan salah satu ibadah pada Allah, maka kita pun akan dengan ikhlas membayar pajak. Terlebih dengan kesadaran bahwa membayar pajak pun merupakan salah satu pengejawantahan dari sabda Nabi Muhammad SAW, โ€œsebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi manusia yang lainโ€, niscaya membayar pajak tidak lagi memberatkan. Mari sempurnakan ibadah kurban kita dengan membayar pajak secara benar. Selamat Hari Raya Idhul Adha.

Redaktur : M Irwan Ariefyanto