Archive:

Language: Bahasa Indonesia

Indonesia Berdaya ditanganmu, Wahai Pemuda (Mahasiswa)!

Prioritaskan apa yang kau cintai. Indonesia dulu, Indonesia lagi, dan Indonesia terus. Ibu pertiwi aku mencintaimu. Merdekaaa!!!

Indonesiaku yang kucinta sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945, dan artinya menjelang 68 tahun kemerdekaan. Dimana – mana orang mengatakan bahwa sebenarnya Indonesia belum merdeka, tapi saya mengatakan sebaliknya. Indonesia tetap Merdeka. SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA! Mereka yang mengatakan bahwa Indonesia masih terjajah adalah sebenarnya jiwa mereka sendiri yang terjajah. Satu lagi yang saya sayangkan adalah kebanyakan para pengumpat tersebut berasal dari kalangan mahasiswa. Allahu ya kharim, apa yang mereka ketahui tentang Indonesia.

Saya sadari dan menyaksikan sendiri betapa rakyat di negeri ini tercabik – cabik oleh keadaan yang menjadikan mereka harus melupakan segala harap nya kepada wakil rakyat di senayan maupun di daerahnya masing – masing. Yang lebih mengherankan lagi adalah setiap adanya masa pemilihan wakil rakyat, rakyatku yang kucintai ini pun mengulangi kesalahan yang selalu mereka lakukan secara periodik lima tahunan. Dengan sejumlah uang yang ditawarkan, suara mereka di beli dalam pesta rakyat tersebut. Dan mereka selalu saja menuntut dan mengumpat kepada wakil rakyat yang mereka pilih dengan imbalan sejumlah uang tersebut. Mengherankan bukan? lantas, adakah yang salah dengan negeri ku Indonesia? Tidak, negeriku tetap Merdeka!

Beralih pada dunia intelektual bernama bangku kuliah nya mahasiswa. Setiap hari di hadapkan pada papan tulis yang harus berulang kali di hapus karena dosen pengampu mata kuliah nya menggunakan system pengajaran konvensional, sehingga mahasiswa lebih mudah jenuh. Sesekali kadang ketemu dengan dosen yang lebih melek IT, semua materi di tampilkan dengan mesin penampil menyerupai lacar tancep, yang dengannya mahasiswa akan memilih asyiek dengan dunianya sendiri kemudian di akhir kuliah tinggal nyolokin flasdisk untuk minta materi. Di lain kesempatan ketemu dengan dosen yang bergelar professor, biasanya hanya akan memberikan sebuah wacana permasalahan, kemudian meminta mahasiswa untuk mencari solusi nya. Kapan mahasiswa di ajak berfikir tentang kondisi Indonesia dan cara memecahkannya? Hanya anak – anak sosial yang terjun langsung memikirkan hal ini, ya meskipun masih sebatas wacana dan diskusi. Adakah yang salah dengan system pembelajaran tersebut? Ataukah mahasiswa sendiri yang sebenarnya belum merdeka?

Saya meyakini bahwa Negeri ku Indonesia berdeka dan berdaya, hanya saja kita sendiri yang seringkali melemahkan kemerdekaan itu, sehingga seolah menjdai lemah tiada daya. Arus globalisasi serta kemajuan di berbagai bidang bisa segera di wujudkan jika rakyat nya terutama mahasiswa yang menjadi garda terdepan nya mempunyai jiwa yang merdeka. Di mulai dari caranya berpakaian ketika kuliah, dari caranya berjalan ketika melewati satpam dan civitas akademika non-pengajar lainnya, dari caranya makan dan apa yang dilakukan saat makan serta setelahnya, dari caranya melewati akhir pecan dan lain sebagainya. Belum lagi tentang bagimana ia mengikuti proses pembelajaran sampai datangnya ujian akhir semester.

Miris hati ini menyaksikan betapa mereka (mahasiswa) berhutang budi terhadap Negara ini beserta segala asetnya (rakyat, hasil bumi). Jiwa mereka belum merdeka dan mereka mengumpat bahwa Negeri Indonesia masih di jajah. Tidak sadarkah mereka bahwa sendiri yang sedang terjajah? Mengaku intelek namun namun jiwa kosong dari nilai – nilai pengabdian. Lantas dimana tridharma pendidikan? Waktu mereka disita oleh tuntutan akademik dan permintaan orang tua untuk segera lulus. Eh kemudian mereka didukung oleh sistem kurikulum yang begitu dipadatkan. Dan kebanggan seorang rektor akan membahana ketika ada sekian ratus mahasiswa yang lulus tepat waktu dengan predikat cumlaude. Hal ini tidak salah, tapi saya sedang menantikan masanya parameter cumlaude adalah dari kontribusi nya terhadap masyarakat dan dalam mewujudkan Indonesia yang mempunyai daya dan kekuatan untuk memerdekakan rakyatnya dalam segala sudut pandang.

Mari coba kita hubungkan paradigma atas kondisi Indonesia yang terpuruk dalam ketidak berdayaan ini dengan keberadaan mahasiwa. Mahasiswa dengan segala jenjang kedewasaannya membawa harapan yang besar terhadap perbaikan bangsa Indonesia. Akan tetapi, dari sekian banyak harapan yang di sematkan oleh rakyat terhadapa keberadaan mereka, seringkali mengecewakan. Lantas masihkah kita berhak mengatakan bahwa indonesai masih terjajah? Karena sebenarnya, jiwa mahasiswa – mahasiswa itulah yang masih terjajah.

Menjadi pemimpin, adalah bagaimana kemudian menjadikan orientasi kepentingan orang banyak itu menjadi orintasi pribadi kita. Dengan demikian kita akan mulai memikirkan bahwa apa yang selama ini kita lakukan, apa yang selama ini kita butuhkan, atau bahkan sekdar apa yang kita inginkan kesemuanya itu hendaklah kita arahkan kepada kemaslahatan dan kepentingan orang banyak. Maka dengan demikian, kita mampu menjadi pemimpin dan siap memimpin rakyat Indonesia untuk bersegera menyadari bahwa bangsanya memang sudah merdeka dalam arti yang sebenar – benarnya.

Indonesia ideal menjadi sebuah kenyataan ketika kiprah mahasiswa di wujudkan sepenuhnya menuju kedekatan terhadap masyarakat. Boleh belajar ke luar negeri, boleh keliling dunia, boleh mempelajari budaya negara lain, dan lain sebagainya. Tapi mari ingat peran yang seharusnya kita lakukan. Allah menurunkan kita dan menetapkan kita untuk dilahirkan di bumi pertiwi ini bukan karena tidak ada alas an. Kita disiapkan untuk perkara yang besar. Yaitu membesarkan Indonesia dan mewujudkan Indonesia berdaya. Dalam segala hal. Berdaya untuk mngoptimalkan segala potensi yang dimiliki, berdaya untuk menghargai setiap karya putar bangsanya, dan berdaya untuk mempertahankan jati dirinya. Semua terasa lebih kuat dan ringan jika dikerjakan oleh pemuda. Sejak dini, mulai hari ini. Mulai dari pemuda. Mahasiswa!

Ale Ikhwan Jumali (Penulis adalah mahasiswa semester delapan, fakultas teknologi pertanian, universitas gadjah mada saat ini aktif sebagai pendambing di desa binaan dan aktifitas sosial)

10 Hadist Tentang Sedekah

1. Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. bersabda, “Seandainya aku mempunyai emas sebesar gunung Uhud, sungguh aku gembira apabila ia tidak tertinggal di sisiku selama tiga malam, kecuali aku sediakan untuk membayar utang.” (Bukhari)

2. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, “Ketika seorang hamba berada pada waktu pagi, dua malaikat akan turun kepadanya, lalu salah satu berkata, ‘Ya Allah, berilah pahala kepada orang yang menginfakkan hartanya.’ Kemudian malaikat yang satu berkata, ‘Ya Allah, binasakanlah orang-orang yang bakhil.” (Muttafaq ‘Alaih).

3. Dari Abu Umamah r.a., Nabi saw. bersabda, “Wahai anak Adam, seandainya engkau berikan kelebihan dari hartamu, yang demikian itu lebih baik bagimu. Dan seandainya engkau kikir, yang demikian itu buruk bagimu. Menyimpan sekadar untuk keperluan tidaklah dicela, dan dahulukanlah orang yang menjadi tanggung jawabmu.” (Muslim).

4. Dari Uqbah bin Harits r.a., ia berkata, “Saya pernah shalat Ashar di belakang Nabi saw., di Madinah Munawwarah. Setelah salam, beliau berdiri dan berjalan dengan cepat melewati bahu orang-orang, kemudian beliau masuk ke kamar salah seorang istri beliau, sehingga orang-orang terkejut melihat perilaku beliau saw. Ketika Rasulullah saw. keluar, beliau merasakan bahwa orang-orang merasa heran atas perilakunya, lalu beliau bersabda, ‘Aku teringat sekeping emas yang tertinggal di rumahku. Aku tidak suka kalau ajalku tiba nanti, emas tersebut masih ada padaku sehingga menjadi penghalang bagiku ketika aku ditanya pada hari Hisab nanti. Oleh karena itu, aku memerintahkan agar emas itu segera dibagi-bagikan.” (Bukhari).

5. Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa seseorang telah bertanya kepada Nabi saw., “Ya Rasulullah, sedekah yang bagaimanakah yang paling besar pahalanya?” Rasulullah saw. bersabda, “Bersedekah pada waktu sehat, takut miskin, dan sedang berangan-angan menjadi orang yang kaya. Janganlah kamu memperlambatnya sehingga maut tiba, lalu kamu berkata, ‘Harta untuk Si Fulan sekian, dan untuk Si Fulan sekian, padahal harta itu telah menjadi milik Si Fulan (ahli waris).” (H.r. Bukhari, Muslim).

6. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Seorang laki-laki dari Bani Israil telah berkata, ‘Saya akan bersedekah.’ Maka pada malam hari ia keluar untuk bersedekah. Dan ia a telah menyedekahkannya (tanpa sepengetahuannya) ke tangan seorang pencuri. Pada keesokan harinya, orang-orang membicarakan peristiwa itu, yakni ada seseorang yang menyedekahkan hartanya kepada seorang pencuri. Maka orang yang bersedekah itu berkata, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu, sedekah saya telah jatuh ke tangan seorang pencuri.” Kemudian ia berkeinginan untuk bersedekah sekali lagi. Kemudian ia bersedekah secara diam-diam, dan ternyata sedekahnya jatuh ke tangan seorang wanita (ia beranggapan bahwa seorang wanita tidaklah mungkin menjadi seorang pencuri). Pada keesokan paginya, orang-orang kembali membicarakan peristiwa semalam, bahwa ada seseorang yang bersedekah kepada seorang pelacur. Orang yang memberi sedekah tersebut berkata, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu, sedekah saya telah sampai ke tangan seorang pezina.” Pada malam ketiga, ia keluar untuk bersedekah secara diam-diam, akan tetapi sedekahnya sampai ke tangan orang kaya. Pada keesokan paginya, orang-orang berkata bahwa seseorang telah bersedekah kepada seorang kaya. Orang yang telah memberi sedekah itu berkata, “Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Sedekah saya telah sampai kepada seorang pencuri, pezina, dan orang kaya.” Pada malam berikutnya, ia bermimpi bahwa sedekahnya telah dikabulkan oleh Allah swt. Dalam mimpinya, ia telah diberitahu bahwa wanita yang menerima sedekahnya tersebut adalah seorang pelacur, dan ia melakukan perbuatan yang keji karena kemiskinannya. Akan tetapi, setelah menerima sedekah tersebut, ia berhenti dari perbuatan dosanya. Orang yang kedua adalah orang yang mencuri karena kemiskinannya. Setelah menerima sedekah tersebut, pencuri tersebut berhenti dari perbuatan dosanya. Orang yang ketiga adalah orang yang kaya, tetapi ia tidak pernah bersedekah. Dengan menerima sedekah tersebut, ia telah mendapat pelajaran dan telah timbul perasaan di dalam hatinya bahwa dirinya lebih kaya daripada orang yang memberikan sedekah tersebut. Ia berniat ingin memberikan sedekah lebih banyak dari sedekah yang baru saja ia terima. Kemudian, orang kaya itu mendapat taufik untuk bersedekah.” (Kanzul)

7. Dari Ali r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Segeralah bersedekah, sesungguhnya musibah tidak dapat melintasi sedekah.” (Razin)

8. Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Allah swt. akan menambah kemuliaan kepada hamba-Nya yang pemaaf. Dan bagi hamba yang tawadhu’ karena Allah swt., Allah swt. akan mengangkat (derajatnya). (Muslim)

9. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, “Ketika seseorang sedang berada di padang pasir, tiba-tiba ia mendengar suara dari awan, ‘Curahkanlah ke kebun Fulan.’ Maka bergeraklah awan itu, kemudian turun sebagai hujan di suatu tanah yang keras berbatuan. Lalu, salah satu tumpukan dari tumpukan bebatuan tersebut menampung seluruh air yang baru saja turun, sehingga air mengalir ke suatu arah. Ternyata, air itu mengalir di sebuah tempat di mana seorang laki-laki berdiri di tengah kebun miliknya sedang meratakan air dengan cangkulnya. Lalu orang tersebut bertanya kepada pemilik kebun, “Wahai hamba Allah, siapakah namamu?” Ia menyebutkan sebuah nama yang pernah didengar oleh orang yang bertanya tersebut dari balik mendung. Kemudian pemilik kebun itu balik bertanya kepadanya, “Mengapa engkau menanyakan nama saya?” Orang itu berkata, “Saya telah mendengar suara dari balik awan, ‘Siramilah tanah Si Fulan,’ dan saya mendengar namamu disebut. Apakah sebenarnya amalanmu (sehingga mencapai derajat seperti itu)?” Pemilik kebun itu berkata, “Karena engkau telah menceritakannya, saya pun terpaksa menerangkan bahwa dari hasil (kebun ini), sepertiga bagian langsung saya sedekahkan di jalan Allah swt., sepertiga bagian lainnya saya gunakan untuk keperluan saya dan keluarga saya, dan sepertiga bagian lainnya saya pergunakan untuk keperluan kebun ini.” (Muslim).

10. Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. bersabda, “Seorang wanita pezina telah diampuni dosanya karena ketika dalam perjalanan, ia melewati seekor anjing yang menengadahkan kepalanya sambil menjulurkan lidahnya hampir mati karena kehausan. Maka, wanita tersebut menanggalkan sepatu kulitnya, lalu mengikatkannya dengan kain kudungnya, kemudian anjing tersebut diberi minum olehnya. Maka dengan perbuatannya tersebut, ia telah diampuni dosanya.” Seseorang bertanya, “Adakah pahala bagi kita dengan berbuat baik kepada binatang?” Beliau saw. menjawab, “Berbuat baik kepada setiap yang mempunyai hati (nyawa) terdapat pahala.” (Muttafaq ‘alaih)

Dua Hadist Riwayat Imam Muslim Tentang Zakat

Dosa orang yang enggan membayar zakat

Hadits riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Setiap pemilik emas atau perak yang tidak mau memenuhi haknya (tidak mau membayar zakat), pada hari kiamat pasti ia akan diratakan dengan lempengan-lempengan bagaikan api, lalu lempengan-lempengan itu dipanaskan di neraka Jahanam, kemudian lambungnya diseterika dengan lempengan itu, juga dahi dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu mendingin, akan dipanaskan kembali. Hal itu terjadi dalam sehari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun. Hal ini berlangung terus sampai selesai keputusan untuk tiap hamba. Lalu ditampakkan jalannya, ke surga atau ke neraka.”

Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan unta?

Rasulullah saw bersabda: “Begitu pula pemilik unta yang tidak mau memenuhi haknya. Di antara haknya adalah (zakat) susunya pada waktu keluar. Pada hari kiamat, pasti unta-unta itu dibiarkan di padang terbuka, sebanyak yang ada, tidak berkurang seekor anak unta pun dari unta-untanya itu. Dengan tapak kakinya, unta-unta itu akan menginjak-injak pemiliknya dan dengan mulutnya, mereka menggigit pemilik itu. Setelah unta yang pertama telah melewatinya, maka unta yang lain kembali kepadanya. Ini terjadi dalam satu hari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun, sampai selesai keputusan untuk tiap hamba, ke surga atau ke neraka.”

Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan sapi dan kambing?

Rasulullah saw. bersabda: “Demikian juga pemilik sapi dan kambing yang tidak mau memenuhi hak sapi dan kambing miliknya itu. Pada hari kiamat, tentu sapi dan kambing itu akan dilepas di suatu padang yang rata, tidak kurang seekor pun. Sapi-sapi dan kambing-kambing itu tidak ada yang bengkok, pecah atau hilang tanduknya. Semuanya menanduk orang itu dengan tanduk-tanduknya dan menginjak-injak dengan tapak-kaki tapak-kakinya. Setiap lewat yang pertama, maka kembalilah yang lain. Demikian terus-menerus dalam satu hari yang sama dengan lima puluh ribu tahun, sampai selesai keputusan untuk tiap hamba, ke surga atau ke neraka.”

Ditanyakan: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan kuda?

Beliau bersabda: “Kuda itu ada tiga macam; menjadi dosa bagi seseorang, menjadi tameng bagi seseorang dan menjadi ganjaran bagi seseorang. Adapun kuda yang menjadi dosa bagi seseorang adalah kuda yang diikat dengan maksud pamer, bermegah-megahan dan memusuhi penduduk Islam, maka kuda itu bagi pemiliknya merupakan dosa. Adapun yang menjadi tameng bagi seseorang adalah kuda yang diikat pemiliknya untuk berjuang di jalan Allah, kemudian pemilik itu tidak melupakan hak Allah yang terdapat pada punggung dan leher kuda, maka kuda itu menjadi tameng bagi pemiliknya (penghalang dari api neraka). Adapun kuda yang menjadi ganjaran bagi pemiliknya adalah kuda yang diikat untuk berjuang di jalan Allah, untuk penduduk Islam pada tanah yang subur dan taman. Maka sesuatu yang dimakan oleh kuda itu pada tanah subur atau taman tersebut, pasti dicatat untuk pemiliknya sebagai kebaikan sejumlah yang telah dimakan oleh kuda dan dicatat pula untuk pemiliknya kebaikan sejumlah kotoran dan air kencingnya. Bila tali pengikat terputus, lalu kuda itu membedal, lari sekali atau dua kali, maka Allah akan mencatat untuk pemiliknya kebaikan sejumlah langkah-langkah dan kotoran-kotorannya. Dan jika pemilik kuda itu melewatkan kudanya pada sungai, kemudian kuda itu minum dari air sungai tersebut, padahal ia tidak hendak memberi minum kudanya itu, maka Allah pasti mencatat untuknya kebaikan sejumlah apa yang telah diminum kudanya.”

Ditanyakan: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan keledai?

Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada wahyu yang diturunkan kepadaku tentang keledai kecuali satu ayat yang unik dan menyeluruh ini: Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat balasannya.”

Shahih Muslim No. 1647

Hukuman keras bagi orang yang tidak mau membayar zakat

Hadis riwayat Abu Zar ra., ia berkata: Aku menghampiri Nabi saw. yang sedang duduk di bawah bayang-bayang Kakbah. Ketika beliau melihatku beliau bersabda:

“Mereka benar-benar merugi, demi Tuhan Kakbah!” Kemudian aku duduk, tetapi tidak tenang, maka aku segera bertanya: “Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, siapakah mereka?”

Rasulullah saw. menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang paling banyak harta, kecuali yang berkata begini, begini dan begini (beliau memberi isyarat ke depan, ke belakang, ke kanan dan ke kiri). Mereka yang mau berbuat demikian sangat sedikit. Setiap pemilik unta atau sapi atau kambing yang tidak mau membayar zakatnya, pasti nanti pada hari kiamat, hewan-hewan itu akan datang dalam keadaan lebih besar dan lebih gemuk dari sebelumnya, menanduki pemiliknya dengan tanduk-tanduknya dan menginjak-injak dengan telapak kaki-telapak kakinya. Setiap kali yang lain telah selesai, datang lagi yang pertama sampai diputuskan di hadapan seluruh manusia.”

Shahih Muslim No. 1652

Adab Menuntut Ilmu

“Adab adalah satu pengajaran yang membuat manusia mampu menempatkan diri pada kehidupan pada apa dan siapa yang dihadapinya.”

Jalan cinta pencari ilmu

Adab adalah satu pengajaran yang membuat manusia mampu menempatkan diri pada kehidupan pada apa dan siapa yang dihadapinya. Adab diturunkan untuk membentuk peradaban. Peradaban artinya penataan agar manusia mencapai kualitas hidup  terbaik sesuai dengan pengetahuan yang dipahaminya  yg membuat nya bisa mampu menempatkan diri ditengah alam semesta. Akhlak dan adab dalam kamus adalah satu kesatuan. Dalam agama kesemuanya adalah akhlak. Akhidah adalah akhlak kepada Allah. Ibadah adalah akhlak kepada sendiri dan Allah. Akhlak ada pada hati pikiran dan perbuatan. Mu’amalah akhlak kepada diri kita dan sesama. Akhlak bersesuai dengan adab agar dapat menyesuaikan diri. Adab bagian dari akhlak. adab penampilan dhohir sementara akhlak tampak dari hati juga.

Adab menuntut ilmu maka bagaimana  seorang penuntut ilmu (murid). Murid adalah orang yang menginginkan. Orang yang sedang menghendaki untuk mendapatkan kemuliaan ilmu dan  mampu menempatkan diri apa (ilmu) dan siapa (Allah, diri sendiri, dan sesama pencari ilmu).  Urgensi menuntut ilmu yaitu untuk memperbaiki adab. Seorang insan penuntut ilmu yang tidak mempunyai adab bagaikan lalat yang terbang yang menaburkan penyakit.

Adab menuntut ilmu terbagi menjadi beberapa hal

1.    Adab kepada Allah

Adab yang harus diadakan adalah keikhlasan, kemurnian tujuan dan niat hanya untuk Allah. Karena dalam ilmu ada godaan – godaan seperti godaan mencari dunia dengan ilmu. Ilmu adalah kemuliaan yang paling tinggi. Dalam menuntut ilmu tidak ikhlas tidak murni karena Allah itu sangat besar godaannya. Kadang ada orang menuntut ilmu hanya karena ingin mengalahkan seseorang yang dianggap alim. Ilmu tidak digunakan sebagai alat untuk mencapai kemasyhuran. Adab seorang yaitu hendaklah dengan ilmu itu bisa mencapai ketakwaan. Dikatakan oleh ibnu umar ra. “Jika ilmu tidak membuat orang menangis karena takut pada Allah berarti ilmu itu tidak bermanfaat”. Dengan ilmu itu orang menjadi semakin memahami bahwa dia  perlu menghindari azab neraka.

Wajib membaca ilmu dengan atas nama Allah. Sikap ilmiah bisa dimulai dari keyakinan kepada Allah. Ilmu itu tidak didapatkan dengan instan  tetapi perlu adanya proses empiris. Ilmu dapat dicapai dengan suatu proses dan melakukan pendalaman terhadap ilmu tersebut.

2.    Adab terhadap Ilmu

Mengenai adab terhadap ilmu, Al imam Assyafi’i pernah merangkum dalam syair yaitu sebagai berikut

1. ) Menjadi cerdas dengan bertakwa kepada Allah SWT

Agar seorang yang mencari ilmu menjadi cerdas. Kecerdasan yang dimaksud yaitu bagaimana menjaga akal dan karunia yang telah Allah berikan dari kemaksiatan agar dapat bertakwa kepada Allah. Ketakwaan kepada Allah akan membentuk kecerdasan. Sebuah kemaksiatan dapat menghilangkan ilmu. Terlarang dari seorang penuntut ilmu makan dilihat banyak orang (makan dipinggir jalan).

2.) Ambisi

Seseorang tidak akan mendapatkan ilmu tanpa ambisi. Menuntut ilmu harus sedikit demi sedikit dan perlahan – lahan. Ilmu harus dimuliakan tidak boleh ilmu kalah dengan pennguasa hanya karena harta dari penguasa tersebut.

3.) Jihad

Ahli ilmu harus berjihad.  Salah satu jihad adalah jihadun nafs. Jihadun nafs punya makna mengilmui al huda dan dinul haq, mengimani al huda dan dinul haq, mengamalkan al huda dan dinul haq, mendakwahkan al huda dan dinul haq, dan sabar dalam mengilmui, mengimani, mengamalkan, mendakwahkan al huda dan dinul haq. Mencari ilmu adalah jihad ketika seseorang meninggal ketika mencari ilmu maka beliau mati dalam kesyahidan.

4.) Uang

Dalam menuntut ilmu diperlukan satu keteguhan hati untuk menyisihkan sebagian anggaran yang besar untuk ilmu dari pada yang lain.

5.) Membersamai guru

6.) Berlama – lama dalam menuntut ilmu

3.    Adab terhadap guru

4.    Adab terhadap sesama penuntut ilmu (kawan)

Ujian terbesar dari ahli ilmu adalah dengki. Adab terhadap sesama penuntut ilmu adalah bagaimana berlemah lembut, saling berbagi, dan berdiskusi. Berbagi ilmu dengan ahli ilmu tidak akan mengurangi ilmu yang dimiliki tetapi malah menambah ilmu.

5.    Adab terhadap diri sendiri

Yang dimaksud adab terhadap diri sendiri yaitu menjaga kehormatan ilmu. Imam Ibnu Hajar tampil dengan mewah karena untuk menjaga martabat ahli ilmu . Kata Imam Malik “Tidak berdiri dipintu – pintu penguasa karena  mengharap hartanya”. Imam Malik ketika diminta untuk mengajar anak Harun Arrasyid di istana, Imam malik berkata bahwa ilmu itu tidak mendatangi tetapi didatangi sehingga beliau tidak mau mendatangi ke istana tetapi anak Harun Arrasyid harus mendatangi Imam Malik.

 

Ringkasan kajian Ust Salim A Fillah ditulis oleh Septiana Yusniamin

Photo by Masjid Pogung Dalangan on Unsplash

Memakai Jilbab Wajib atau Tidak?

Pertanyaan dari Vinda Arsita

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Ustadz.

Saya ingin menanyakan tentang pemakaian jilbab oleh muslimah, karena beberapa waktu yang lalu kantor saya mengadakan tausyi’ah ramadhan mengenai jilbab. Penceramah menjelaskan bahwa pemakaian jilbab itu tidak wajib hanya dianjurkan dengan mengutip ayat Alqur’an (saya lupa ayat & suratnya), banyak teman-teman yang tidak setuju dengan pernyataan penceramah tersebut, kalau tidak salah penceramahnya berasal dari UIN. Saya mohon pencerahan dari Ustadz mengenai masalah tersebut.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jumlah Ayat Al-Quran Bukan 6666 Ayat?

Pertanyaan dari Bapak Abdullah

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ustadz yang saya muliakan, Semoga selalu dalam naungan Allah. Langsung saja saya ingin menanyakan jumlah keseluruhan ayat Al-Quran, kenapa dalam perhitungan ayat Al-Qur’an juga terjadi Khilafiyah ada yang mengatakan jumlah ayat Al-Qur’an 6666 ayat tapi ada juga yang berpendapat kurang dari pada 6666 ayat, Mohon diberikan penjelasan titik perbedaan tersebut. Terimakasih. Wajazakumullahu Khaira.

Wassalamu’alaikum Waramahmatullahi Wabarakatuh.